Sebagaimana kita semua (asumsi gue) tau bahwa Hari Tani Nasional jatuh pada 24 September. Dan dalam selebrasi tahun ini, gue mengambil peran yang gue rasa cukup banyak (untuk nggak menyebut besar). Karena tahun ini gue merupakan bagian daripada BEM KM IPB 2018, dan khususnya berkecimpung dalam Kementerian Kebijakan Agrikompleks, dan lebih khususnya lagi, gue menjabat sebagai salah satu pimpinan (baca: bendahara), sehingga gue menjadi demikian (berperan banyak tadi). Banyak banget yang terjadi, mulai dari gue dan Kak Alifda (sekretaris kementerian), harus saling nahan-dorong satu sama lain karena kehilangan peran seorang menteri, sampai kajian kami (Perhutanan Sosial) yang dapat kritik dari kawan-kawan FMSC yang notabanenya abang-abang tingkat gue sendiri.
Singkatnya, peran yang banyak tadi bermuara pada satu, yakni Aksi Hari Tani, atau yang selanjutnya punya nama sendiri yakni Aksi Tugu Tani. Ya, ini aksi yang litereli aksi mahasiswa turun ke jalan. Gue memang bukan basic-nya pergerakan. Karena bahkan waktu SMP aja gue pernah bikin puisi yang sampe sekelas geleng-geleng soal protes gue terhadap mahasiswa yang (dalam bahasa gue adalah) cuma "bakar-bakaran ban, besar-besaran.". Hahaha. Tapi tolong jangan jadi norak ya, menganggap kemudian gue ikut aksi karena landasan jabatan. (Sorry, gue lagi gereget banget sama dikotomi-dikotomi ketika lo menolak satu, maka pasti lo memilih yang satunya).
Border IPB. |
Well, gue ikut aksi nyatanya juga karena keresahan gue. Sebagai mahasiswa pertanian. Dan gue ngerti konteksnya apa itu. Ngerti. Beda kayak misalnya problem depresiasi rupiah kemaren, soal regulasinya amrik naikin suku bunga lah, orang kaya narikin dollar dimana-mana lah, gue enggak mudeng. Yang gue pahami adalah, setiap individu di negara ini ternyata megang peranan yang juga buesaaar banget. Kayak misalnya cewe-cewe aja, yang pada masih ngimpor Natrep sama Biogen. Ternyata itu bikin impact besar pada lemahnya rupiah kita. Atau ya mungkin kondisi kita ni lagi lemah ni, lah mendadak aja gitu kan The Fed bikin regulasi baru, kaget lah mungkin pemerintah kita. Sehingga gue merasa bahwa roda makro ini terlalu kompleks kalo mau menuntut pemerintah semata. Makanya, gue kurang terpanggil dalam aksi rupiah kemarin. Yang meski, pada beberapa daerah, aksi ini malah menaikkan marwah mahasiswa masih ada ke skala nasional lewat benturan-benturan yang terjadi dengan aparat. Balik lagi ke Aksi Tugu Tani, gue merasa. Ya mungkin karena gue juga seneng nonton film-film marjinal sehingga kebayang betul bahwa nyatanya orang-orang kecil ini udah berdarah-darah mengusahakan segalanya, tapi malah orang-orang di atas meja sana yang lola-lolo.
Satu dari sekian gimmick. |
Makanya, ketika Mata Kuliah Etnobiologi Hutan ngasih tugas buat bikin esai bebas, gue menulis tentang persepsi gue terhadap mahasiswa dan momentum hari tani. Padahal temanya adalah "Local Leader". Tapi ya biarlah, orang ide dalam kepala gue adanya tentang Hari Tani. Long story short, beginilah tugas yang gue kumpulkan: