Totto-Chan : Gadis Cilik di Jendela

Ngomong-ngomong soal lagu Bruno Mars di entri sebelumnya, (GIRL IN THE WINDOW) jadi keinget sama buku jaman gue kecil dulu, Totto Chan. Sebenernya ni buku udah jaadddddduuuuuuullll banget! (v) ni buku dibeli dari jaman ibu gue kecil. Dan buku ini ibarat lagenda, (ceillleee), maksudnya ampe turun temurun ke gue...


Totto-Chan ini merupakan buku "ANAK-ANAK" yang ditulis ama Tetsuko Kuroyanagi. Judul asli buku ini 窓ぎわのトットちゃん (Madogiwa no Totto-chan). Buku ini pertama terbit tahun 1981 dan langsung jadi BESTSELLER di Jepang. *o* Buku ini berkisah mengenai nilai pendidikan yang Kuroyanagi terima di Tomoe Gakuen, SD di Tokyo yang didirikan oleh pendidik Sosaku Kobayashi selama Perang Dunia II.






Totto-chan, gadis kecil yang nakal. Begitu kaya fantasi, sok tahu dan selalu ingin tahu. Gaya bicaranya ceplas-ceplos. Dia gemar merapat ditepi jendela– tatkala pelajaran dimulai, hingga bu guru nyaris putus asa menegurnya. Akhirnya, Totto-chan dikeluarkan dari sekolah! Tak putus-asa, sang ibu mendaftarkan Totto-chan ke sekolah gerbong bernama Tomoe Gakuen. Sekolah baru yang menempati gerbong kereta api itu dikepalai oleh Pak Kobayashi. Seorang guru yang baik, sabar dan penyayang.
Di sekolah baru tak ada aturan ketat. Totto-chan begitu girang, bisa leluasa melihat musisi jalanan, juga membayangkan naik kereta api saat liburan. “Wah asyiknya!” Totto-chan amat ‘istimewa’ dimata Pak Kobayashi. “Kamu anak yang baik!” pujinya. Bukan main senangnya hati Totto-chan. Diapun betah bersekolah di Tomoe Gakuen. Sebab, para murid boleh mengubah urutan pelajaran sesuai minat, mulai matematika atau menggambar atau fisika. Terserah pokoknya!
Kisah Totto-chan merupakan rekonstruksi masa kecil Tetsuko Kuroyanagi bertajuk “Gadis Cilik di Jendela”. Kenakalan anak-anak yang sarat dengan kelucuan, adegan persahabatan yang mengharukan, sekaligus menggugah harapan. Ditulis begitu apik dengan deskripsi yang utuh, serta kekuatan narasi yang runtut. Semuanya bertemali dari awal hingga akhir. Banyak hal penting yang bisa dipetik dari kisah Totto-chan, yakni kenakalan tak selalu bernilai negatif.
Anak-anak memiliki dunianya sendiri, kerap ‘bahasa kecil’ mereka tak dipahami oleh para guru atau orang tua. Padahal anak seperti Totto-chan ingin menemukan jawaban atas keingin-tahuannya. Contoh sederhananya, saat pelajaran berenang di kelas Totto-chan. Semua murid diajak telanjang bersama, tanpa ada pikiran minus. Sebab tubuh memiliki bentuknya sendiri. Bahkan Yasuaki-chan (cacat folio) memiliki rasa kepercayaan diri, padahal sebelumnya merasa minder. Begitu juga Totto-chan tak lagi menilai tubuh temannya dengan identifikasi; kecil, kurus, cacat atau gemuk.
Kisah Totto Chan mengingatkan kepada tentang apa yang seharusnya kita lakukan untuk pendidikan anak. Guru atau sekolah seringkali terlalu sibuk mengejar target kurikulum, membebani anak dengan pekerjaan rumah, tes atau ulangan yang tidak ada habis-habisnya, dan tunduk pada birokrasi pendidikan. Kita sering lupa bahwa mendengar suara anak dan mengabaikan hak anak dalam pendidikan.
Buku ini wajib dibaca oleh guru, orangtua murid, dan semua saja yang bersentuhan dengan pendidikan anak.

Okedeh, see u n nxt entr

Share this:

ABOUT THE AUTHOR

Hai kenalin! Gue Rizka, sekarang mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata IPB. Gue sukanya banyak, salah satunya adalah nulis dan makin kesini gue makin menyadari ada banyak hal dalam hidup ini yang kadang perlu dikritisi, didukung, atau disebarluaskan. Makanya blog adalah tempat yang gue rasa tepat untuk menyalurkan semua itu. Sambil sesekali bisa jadi tempat gue berbagi cerita. Salam kenal dan selamat membaca!

0 comments:

Post a Comment