Khalifah Umar bin Abdul Aziz adalah pemimpin kaum Muslim pada masa pemerintahan Bani Umayyah. Pada suatu hari, wakil dari setiap wilayah kekuasaan Bani Umayyah datang menghadap khalifah di Damsyrik untuk melaporkan keadaan di negerinya masing-masing.
Penduduk wilayah Hijaz telah mengutus seorang anak kecil sebagai perwakilan mereka menghadap khalifah. Setelah Khalifah Umar bin Abdul Aziz melihat seorang anak kecil sebagai wakil, dia pun berkata, "Wahai Ananda, biarkanlah orang-orang yang lebih tua berbicara menyampaikan persoalannya terlebih dahulu."
Mendengar teguran khalifah, wakil rakyat yang masih kecil itu lantas menjawab, "Wahai Amirul Mukminin, manusia sebenarnya dipandang dari dua hal, yaitu hati dan lisannya. Jika Allah Swt. telah mengaruniakan lisan yang cakap dan hati yang arif kepada seseorang, orang itu lebih berhak bersuara. Tetapi, jika Amirul Mukminin memandang hanya dari sisi usianya, ketahuilah, wahai Amirul Mukminin! Ada orang yang lebih berhak duduk di atas takhta anda!"
Khalifah sangat terkejut. Ternyata, kata-katanya luar biasa, hingga khalifah sadar atas kekeliruannya memandang seseorang, "Benar katamu, wahai wakil yang terhormat. Bicaralah, bagaimana keadaan negerimu sekarang?"
Anak kecil itu pun dengan bangga mulai menyampaikan pesan penduduk Hijaz, "Wahai Amirul Mukminin yang kami hormati, kami adalah wakil yang mendapat kebahagiaan, bukannya kecelakaan. Kami menghadap Tuan bukan karena hendak mengadukan hal negeri kami yang tidak aman. Sebaliknya, kami telah memperoleh apa yang telah kami harapkan dibawah naungan Tuan yang adil."
Khalifah Umar bin Abdul Aziz merasa heran melihat betapa fasih dan bijaksananya anak kecil itu berbicara. Lalu, dia bertanya, "Berapa usiamu saat ini, wahai wakil yang bijaksana?"
"Sepuluh tahun, Tuan."
Khalifah Umar segera bertasbih, mengagumi wakil rakyat yang berusia sepuluh tahun itu.
Moral value:
Harusnya kita malu mendengar cerita ini. Bandingkan saja, kita yang saat ini usianya 14? 16? 20-an atau lebih masih belum berani 'berbicara.' Padahal hanya berbicara didepan teman sekelas atau mungkin guru, kita masih tergagap-gagap. Namun, lihat saja wakil rakyat kecil tersebut, diusianya yang masih sepuluh tahun, dia sudah mampu berpendapat dengan lisannya yang luar biasa cakap kepada penguasa negerinya (baca:khalifah). Bandingkan lagi dengan wakil rakyat-wakil rakyat negara ini, yang mungkin sudah 40 tahun keatas, ketika dipundaknya masalah-masalah rakyat dipikul, mereka justru tidur ketika rapat, mereka justru ogah-ogahan menyampaikan pendapat. Sebaiknya kita merenung kembali~
Penduduk wilayah Hijaz telah mengutus seorang anak kecil sebagai perwakilan mereka menghadap khalifah. Setelah Khalifah Umar bin Abdul Aziz melihat seorang anak kecil sebagai wakil, dia pun berkata, "Wahai Ananda, biarkanlah orang-orang yang lebih tua berbicara menyampaikan persoalannya terlebih dahulu."
Mendengar teguran khalifah, wakil rakyat yang masih kecil itu lantas menjawab, "Wahai Amirul Mukminin, manusia sebenarnya dipandang dari dua hal, yaitu hati dan lisannya. Jika Allah Swt. telah mengaruniakan lisan yang cakap dan hati yang arif kepada seseorang, orang itu lebih berhak bersuara. Tetapi, jika Amirul Mukminin memandang hanya dari sisi usianya, ketahuilah, wahai Amirul Mukminin! Ada orang yang lebih berhak duduk di atas takhta anda!"
Khalifah sangat terkejut. Ternyata, kata-katanya luar biasa, hingga khalifah sadar atas kekeliruannya memandang seseorang, "Benar katamu, wahai wakil yang terhormat. Bicaralah, bagaimana keadaan negerimu sekarang?"
Anak kecil itu pun dengan bangga mulai menyampaikan pesan penduduk Hijaz, "Wahai Amirul Mukminin yang kami hormati, kami adalah wakil yang mendapat kebahagiaan, bukannya kecelakaan. Kami menghadap Tuan bukan karena hendak mengadukan hal negeri kami yang tidak aman. Sebaliknya, kami telah memperoleh apa yang telah kami harapkan dibawah naungan Tuan yang adil."
Khalifah Umar bin Abdul Aziz merasa heran melihat betapa fasih dan bijaksananya anak kecil itu berbicara. Lalu, dia bertanya, "Berapa usiamu saat ini, wahai wakil yang bijaksana?"
"Sepuluh tahun, Tuan."
Khalifah Umar segera bertasbih, mengagumi wakil rakyat yang berusia sepuluh tahun itu.
Pic:weheartit |
Harusnya kita malu mendengar cerita ini. Bandingkan saja, kita yang saat ini usianya 14? 16? 20-an atau lebih masih belum berani 'berbicara.' Padahal hanya berbicara didepan teman sekelas atau mungkin guru, kita masih tergagap-gagap. Namun, lihat saja wakil rakyat kecil tersebut, diusianya yang masih sepuluh tahun, dia sudah mampu berpendapat dengan lisannya yang luar biasa cakap kepada penguasa negerinya (baca:khalifah). Bandingkan lagi dengan wakil rakyat-wakil rakyat negara ini, yang mungkin sudah 40 tahun keatas, ketika dipundaknya masalah-masalah rakyat dipikul, mereka justru tidur ketika rapat, mereka justru ogah-ogahan menyampaikan pendapat. Sebaiknya kita merenung kembali~
ABOUT THE AUTHOR
Hai kenalin! Gue Rizka, sekarang mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata IPB. Gue sukanya banyak, salah satunya adalah nulis dan makin kesini gue makin menyadari ada banyak hal dalam hidup ini yang kadang perlu dikritisi, didukung, atau disebarluaskan. Makanya blog adalah tempat yang gue rasa tepat untuk menyalurkan semua itu. Sambil sesekali bisa jadi tempat gue berbagi cerita. Salam kenal dan selamat membaca!
0 comments:
Post a Comment