art of life

I share

  • Home
  • Ask me
  • Tweet me
  • Watch me
Home Archive for October 2014
Apa jadinya jika Anda terlahir sebagai seorang penderita sindrom? Ya, itulah yang terjadi pada Brad Cohen. Ia dinyatakan mengidap Tourettes Syndrom ketika enam tahun. Tourette adalah sindrom yang menyebabkan sesorang tidak dapat mengendalikan suaranya, bermula pada otak (sistem neuron yang kemudian memerintahkan efektor untuk melakukan sesuatu). Sindrom ini seperti bersin, yang tidak dapat tertahankan. Dan bagi Brad Cohen, bagian tersakitnya adalah bagaimana aku tidak bisa menjelaskan kepadamu bahwa aku tidak bisa mengendalikannya.


Bobo, nama akrab Brad Cohen, menghadapi masa-masa kecilnya dengan berat. Teman-temannya disekolah memanggilnya dengan banyak panggilan, mulai dari Si Penyakitan hingga Si Gila. Ia bisa dibilang tidak memiliki teman, padahal Brad adalah anak yang pintar di kelas. Kejadian ini terus berulang, setiap Bobo lulus sekolah, dan masuk sekolah baru dijenjang selanjutnya.


Overall, ibu Brad (diperankan oleh Patricia Heaton) adalah yang paling berpengaruh dalam hidup Brad Cohen. Sebelum mengetahui 'nama' penyakit yang diderita Brad, ibulah selalu bekerja keras untuk meneliti masalah yang dialami anak tertuanya ini. Beban perjuangan ibu Brad semakin bertambah ketika suaminya (Treat Williams) tidak lagi tahan dengan keadaan Brad yang dianggap mengganggu. Sehingga memutuskan untuk berpisah dari istri dan anak-anaknya.

Di sekolah adalah yang terberat bagi Bobo. Ia benci membaca. But, he had to. And always have to do it. Sindrom yang ia anggap 'company' ini membuatnya sulit berkonsentrasi. Padahal sebetulnya dia bisa, mungkin jika orang lain melakukannya dalam satu jam, maka Brad berhasil melakukannya dalam dua jam, atau mungkin tiga. Namun, guru-gurunya disekolah selalu tidak mengerti bagaimana seharusnya memperlakukan Brad. Brad Cohen kecil sering dikirimkan ke ruangan kepala sekolah karena dianggap mengganggu teman-temannya dengan membuat suara-suara aneh. Guru-guru inilah yang kemudian mengisnpirasi Brad Cohen untuk menjadi seorang guru, lebih tepatnya, menjadi guru yang tidak seperti mereka.


Kemudian, ibu Brad mengajarkan Brad banyak hal. Bagaimana dia harus berhasil melawan "temannya" (re:sindrom tourette-nya sendiri). Brad pun tumbuh menjadi seorang yang normal, meskipun pada kenyataannya ia kerap dikeluarkan dari bioskop, atau sering ditendang keluar dari perpustakaan, bahkan tempat bermain golf tidak memperkenankan ia untuk ada. Semua itu hanya karena Brad Cohen dianggap mengganggu dengan suara-suara ribut yang dibuatnya.




Sabtu lalu, 11 Oktober 2014 tepatnya, saya dan teman-teman dari ekstrakurikuler Jaish mengadakan training mengenai kepenulisan. Dengan persiapan yang amat singkat, akhirnya kami berhasil mengundang Mas Bayu Gawtama, seorang jurnalis yang sudah mengenal pahit garamnya dunia kepenulisan, juga telah mencicipi berbagai jenis gula dari setiap negara :D

Mas Gaw banyak memberikan penjelasan mengenai pentingnya menjadi jurnalis, pola pikir seorang jurnalis, dan masih buanyak lagi. Pertanyaannya? Penting nggak sih menjadi seorang jurnalis itu? Penting. Kali ini saya ingin menjelaskan ulang apa yang Mas Gaw jelaskan.
Lets check it.

Jurnalis itu adalah seseorang yang mampu berfikir out of the hipster. Oppesed by the waves. Ketika dunia berfikir sama tentang suatu hal, seorang jurnalis harus melihat sisi lainnya, kebenarannya, dlsb. Journalist also a booster. Jurnalis harus mampu menyentuh hati dunia dengan gambar-gambarnya, atau tulisan-tulisannya. Lihat gambar dibawah ini,


Gambar tersebut berisi seorang polisi lalu lintas yang tengah beristirahat makan siang, meneduhkan diri melalui motor dinasnya. Orang biasa ketika melihat kejadian ini akan berfikir, "Dih, apaan sih ini polisi bukannya kerja juga." dan lain sebagainya. Sementara jurnalis, melihatnya dari sisi lain, fakta bahwa polisi ini telah bekerja sejak pagi, dan baru bisa makan siang pukul tiga sore. Dan ternyata hari itu adalah hari-hari menjelang lebaran (Puncak). Apa yang kemudian menyadarkan kita? Polisi juga manusia biasa. Seperti kita, ayah-ayah kita, paman-paman kita, atau mungkin sebagian Anda adalah (calon) polisi? Mereka seperti kita, yang juga bisa lelah. Dan melalui gambar yang ditangkap seorang jurnalis seperti diatas, kita sedikit banyak dapat memperbaiki presepsi masyarakat mengenai polisi. Betapa seharusnya mereka ikut berkumpul bersama keluarga, ikut menyantap opor bersama, malah ditugaskan mengatur kita, masyarakatnya, agar bisa selamat selama di perjalanan, memberikan pelayanan terbaiknya. Ini salah satu contoh kecil fungsi jurnalis.

Dan sebetulnya untuk menjadi seorang jurnalis, Anda tidak harus memiliki kartu pers yang keren, Anda tidak perlu menggenggam Nikon 800E untuk menjadi seorang jurnalis, karena setiap orang adalah jurnalis!
1. Kalian suka foto-foto?
Saya rasa jawabannya tentu saja iya. Didunia yang serba canggih saat ini. rasanya semua orang suka foto-foto. Tidak terkecuali laki-laki, atau bapak-bapak. Semuanya merasa pengen ngeksis. Nah, berarti Anda sudah memenuhi syarat untuk menjadi seorang jurnalis. Sekarang yang perlu diperbaiki adalah, kurangi foto narsisnya, selfie, ootd, dan sejenisnya... Perbanyak menjepret kejadian yang terasa unik. Mengapa harus begitu? Readers tercinta, dengan adanya foto kalian dengan bibir tipis, atau duckface, dengan editan magic skin atau no edit sekalipun, tidak akan melahirkan sebuah berita. Nggak akan mengubah dunia. Nggak akan mengubah cara pandang hidup masyarakat sekarang, yaa kecuali kalian akan dinilai lebih cantik/? Hahaha, but cmon. Think the necessarry! Bayangkan jika postingan instagram kalian yang mungkin udah sampe 200an berisi jepretan kehidupan, cerita-cerita yang menggerakkan hati pembaca. Kalian akan menjadi luar biasa! Setidaknya dimata Tuhan.


2. Kalian suka ngetweet?
Sekarang saya nggak perlu bertanya ke pembaca sekalian. Saya yakin pembaca semua pasti memiliki akun social media setidaknya facebook. Atau twitter. Bahkan saya yakin masih banyak lagi yang memiliki akun-akun lainnya, ig? tumblr? path? line? pinterest? atau mungkin blog? Sekarang mari kita cek, sudah sebanyak apa tulisan yang kita buat di akun-akun tersebut. Sudah berapa kali kita ngetweet? 5K? 12K? 23K? Sekarang kita telaah lagi, dari sekian ribu tweet dengan panjang 140char, kira-kira kita paling sering membahas apa? Cinta? Pacar? Galau? Ahhh, cmon, think better than people, please. Kira-kira, butuh tenaga nggak sih untuk menuliskan tweets hingga duapuluh ribuan? Iya--diluar menulisnya tidak dalam sekali waktu. Sekarang kita bayangkan, mungkin nggak sih kalau tenaga yang kita gunakan untuk mengetweet hingga sebanyak itu dialihkan untuk tulisan-tulisan yg lebih usefull,helpfull? Jawabannya satu, BISA. Sekarang yang harus kita perbaiki adalah lebih menimbulkan persaan kepada dunia. Karena seorang jurnalis itu narsis-less. Mereka lebih peduli bagaimana orang-orang dapat berfikir lebih maju, menghidupkan semangat masyarakat, optimisme, trust, dan sebagainya. Syarat kedua sudah terpenuhi.


3. Suka ngomongin orang?
Pasti iya! Alaaah, ngaku deeh, bohong dosa loh... Ngaku aja.....
Ets tuh kan. Seorang jurnalis tidak mudah terpancing dengan apa yang ramai di permukaan. Ngomongin orang itu nggak selalu kejelekan bukan? Bukan tentang aibnya, atau kesalahannya. Tapi bisa jadi tentang prestasinya, kelebihan-kelebihannya, apa yang membuat orang-orang on top of world bisa menjadi sedemikian rupa. Apa ini bisa mengubah mindset orang-orang? Pasti! Saya pribadi, setiap menemui gap dalam belajar, atau kegiatan apapun, selalu membuka buku-buku bacaan yang memotivasi. Entah itu kumpulan cerita, novel-novel ringan, atau sekedar tips-tips. Dan itu berhasil, semangat saya selalu tercurahkan kembali. Saya yakin Anda percaya bahwa jika kita berteman dengan yang lebih diatas, akan memicu kita untuk bisa seperti mereka. Dan, tugas seorang jurnalislah untuk dapat memuat fakta-fakta kesuksesan orang-orang tersebut. Tanpa jurnalis, tidak ada yang memberitakan, tidak ada bahan bacaan masyarakat, tidak lahir optimisme. Sekali lagi, Anda suka ngomongin orang? Syarat ketiga terpenuhi.


4. Kalian suka jalan-jalan? Traveling?
Are you serious, Rizka? Everybody loves that! Yap, berarti syarat keempat untuk menjadi seorang jurnalis sudah terpenuhi. Seorang jurnalis harus senang berkeliling. Jalan-jalan. Membuka mata. Tentu saja. Bagaimana mungkin seorang jurnalis bisa mendapatkan berita jika tidak berkeliling? Hanya ngereum dikamar? Impossible. Tapi jalan-jalannya seorang jurnalis itu bukan cuma buat update moment di path, atau nunggu askers nanya, "lagi dimana kakaaa" bukan sama sekali. Seorang jurnalis harus peka dilingkungan sekitarnya. Jangan segan untuk bertanya banyak hal. Jangan ragu untuk mengenal orang-orang baru. Networking is the most important to be journalist. Jika ada sesuatu yang unik dalam perjalanan kalian, segera jepret, tuliskan kata-kata, publish. Agar dunia melihatnya. Unik tidaklah sesuatu yang jarang terjadi. Unik bisa jadi sesuatu yang dekat dengan kita, ada dalam keseharian kita, tapi tidak disadari keunikkannya oleh orang biasa. Tugas jurnalis; menyadarkannya.
best friends photoshoot ideas tumblrbest friends pictures on VisualizeUs rJP1rM45

Selamat! Kalian sudah memenuhi kriteria dasar untuk menjadi seorang jurnalis. Sisanya, bisa didapat nanti-nanti, kemampuan membuat tulisan, kemampuang mengambil gambar. Semakin sering berlatih, akan semakin bagus hasilnya.
Sekarang tinggal Anda yang ingin melanjutkan kemampuan kepenulisan ini untuk sesuatu yang formal, atau tidak. Maksudnya, ingin atau tidak menjadi jurnalis profesional. Nah, untuk menjadi jurnalis profesional, kalian harus lebih mempersiapkan diri. Mulai asah empat kemampuan dasar tadi, agar semakin baik. Karena menjadi seorang jurnalis banyak risiko.
Saya ingin cerita sedikit,


Yap, foto seorang anak kecil dan seekor burung pemakan bangkai. Foto ini pernah menang Pulitzer. Ngomong-ngomong, Pulitzer adalah penghargaan tertinggi dalam dunia fotografi dan/atau jurnalistik dunia. Foto ini diambil oleh Kevin Carter. Pasti saya yakin Anda sekalian memahami makna foto diatas, pelajaran yg dapat diambil. Tapi apa resikonya? Tiga bulan setelah menangnya foto ini, Kevin Carter, diberitakan bunuh diri. Mengapa? Ia merasa bersalah seumur hidupnya, karena terlalu sibuk mengabadikan kejadian ini, bocah Sudan itu tidak terselamatkan. Ada resiko menjadi seorang jurnalis. (Sebetulnya memang disetiap hal ada resikonya.)

So, sekarang tinggal Anda mau atau tidak menjadi jurnalis! Lets change the world.
Subscribe to: Posts ( Atom )

About Me

My photo
Rizka Nurul Afifa
wide-eyed wanderer that easily enchanted.
View my complete profile

Visitors

Friends

Latest Comments

Blog Archive

  • ►  2020 (7)
    • ►  September (1)
    • ►  August (1)
    • ►  May (1)
    • ►  March (1)
    • ►  February (3)
  • ►  2019 (9)
    • ►  November (1)
    • ►  October (1)
    • ►  September (1)
    • ►  July (1)
    • ►  March (2)
    • ►  February (2)
    • ►  January (1)
  • ►  2018 (13)
    • ►  December (2)
    • ►  November (3)
    • ►  October (2)
    • ►  September (1)
    • ►  August (1)
    • ►  July (2)
    • ►  June (2)
  • ►  2017 (12)
    • ►  August (1)
    • ►  July (2)
    • ►  June (3)
    • ►  April (2)
    • ►  February (2)
    • ►  January (2)
  • ►  2016 (7)
    • ►  December (1)
    • ►  November (2)
    • ►  June (1)
    • ►  May (1)
    • ►  April (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2015 (16)
    • ►  November (1)
    • ►  October (2)
    • ►  September (2)
    • ►  July (1)
    • ►  June (4)
    • ►  May (1)
    • ►  April (1)
    • ►  February (2)
    • ►  January (2)
  • ▼  2014 (23)
    • ►  December (2)
    • ►  November (1)
    • ▼  October (2)
      • Sinopsis dan Review: Front of the Class (A Damn-Go...
      • Everybody is Journalist! (Syarat Utama Menjadi Jur...
    • ►  September (2)
    • ►  August (1)
    • ►  July (3)
    • ►  June (2)
    • ►  May (3)
    • ►  April (4)
    • ►  February (2)
    • ►  January (1)
  • ►  2013 (32)
    • ►  December (1)
    • ►  November (1)
    • ►  October (1)
    • ►  September (1)
    • ►  July (5)
    • ►  June (5)
    • ►  May (6)
    • ►  April (4)
    • ►  March (1)
    • ►  February (2)
    • ►  January (5)
  • ►  2012 (37)
    • ►  December (6)
    • ►  November (2)
    • ►  October (2)
    • ►  May (1)
    • ►  April (7)
    • ►  March (6)
    • ►  February (6)
    • ►  January (7)
  • ►  2011 (48)
    • ►  December (21)
    • ►  November (11)
    • ►  October (6)
    • ►  September (2)
    • ►  June (8)
Rizka Nurul Afifa. Powered by Blogger.

Popular

  • Arti NIM, Daftar Fakultas, Rincian Cluster dan Mata Kuliah Mahasiswa PPKU alias TPB di IPB
    Ngomong-ngomong soal mahasiswa baru, pasti kita semua setuju sebagian besar dari ‘mereka’ adalah anak-anak fresh graduate (from high s...
  • Fowkes.
    So today I decided to say good bye to instagram. For a year (perhaps). Sebenernya engga ada alasan khusus. Waktu UAS kemaren udah sempet ny...
  • Resolusi Tahun Baru, Lagi
    Jujur aja, rasanya bosen banget menghadapi tahun baru yang itu-itu aja. Bukan, bukan karena setiap tahun baru aku selalu di rumah. Itu mah ...
  • Cara Mengetahui Stalker Twitter dan Facebook
    Yeeyhaaa! Blogger kempeng ini balik! Em, kali ini gue mau ngeshare ilmu aja,hueheh. Setelah sekian lama engga ngecheck stalker, semalem gue...
  • Islamic Civilization Conference at Sentul International Convention Center
    “SICC, make some noiiisseeeeee!” Begitulah biasanya guncangan yang terdengar dari gedung SICC alias Sentul International Convention Cent...

Instagram

Categories

ART (46) Cerpen (7) Class (18) Events (40) Film (26) From my eyes (78) IPB (19) Inspiratif (47) Islami (19) Japan (2) Learn (56) News (25) Novel (4) Pramuka (20) Spirit (67) Story (20)



Search

Copyright 2014 art of life.
Designed by OddThemes