Sinopsis dan Review: Front of the Class (A Damn-Good True Story)

Apa jadinya jika Anda terlahir sebagai seorang penderita sindrom? Ya, itulah yang terjadi pada Brad Cohen. Ia dinyatakan mengidap Tourettes Syndrom ketika enam tahun. Tourette adalah sindrom yang menyebabkan sesorang tidak dapat mengendalikan suaranya, bermula pada otak (sistem neuron yang kemudian memerintahkan efektor untuk melakukan sesuatu). Sindrom ini seperti bersin, yang tidak dapat tertahankan. Dan bagi Brad Cohen, bagian tersakitnya adalah bagaimana aku tidak bisa menjelaskan kepadamu bahwa aku tidak bisa mengendalikannya.


Bobo, nama akrab Brad Cohen, menghadapi masa-masa kecilnya dengan berat. Teman-temannya disekolah memanggilnya dengan banyak panggilan, mulai dari Si Penyakitan hingga Si Gila. Ia bisa dibilang tidak memiliki teman, padahal Brad adalah anak yang pintar di kelas. Kejadian ini terus berulang, setiap Bobo lulus sekolah, dan masuk sekolah baru dijenjang selanjutnya.


Overall, ibu Brad (diperankan oleh Patricia Heaton) adalah yang paling berpengaruh dalam hidup Brad Cohen. Sebelum mengetahui 'nama' penyakit yang diderita Brad, ibulah selalu bekerja keras untuk meneliti masalah yang dialami anak tertuanya ini. Beban perjuangan ibu Brad semakin bertambah ketika suaminya (Treat Williams) tidak lagi tahan dengan keadaan Brad yang dianggap mengganggu. Sehingga memutuskan untuk berpisah dari istri dan anak-anaknya.

Di sekolah adalah yang terberat bagi Bobo. Ia benci membaca. But, he had to. And always have to do it. Sindrom yang ia anggap 'company' ini membuatnya sulit berkonsentrasi. Padahal sebetulnya dia bisa, mungkin jika orang lain melakukannya dalam satu jam, maka Brad berhasil melakukannya dalam dua jam, atau mungkin tiga. Namun, guru-gurunya disekolah selalu tidak mengerti bagaimana seharusnya memperlakukan Brad. Brad Cohen kecil sering dikirimkan ke ruangan kepala sekolah karena dianggap mengganggu teman-temannya dengan membuat suara-suara aneh. Guru-guru inilah yang kemudian mengisnpirasi Brad Cohen untuk menjadi seorang guru, lebih tepatnya, menjadi guru yang tidak seperti mereka.


Kemudian, ibu Brad mengajarkan Brad banyak hal. Bagaimana dia harus berhasil melawan "temannya" (re:sindrom tourette-nya sendiri). Brad pun tumbuh menjadi seorang yang normal, meskipun pada kenyataannya ia kerap dikeluarkan dari bioskop, atau sering ditendang keluar dari perpustakaan, bahkan tempat bermain golf tidak memperkenankan ia untuk ada. Semua itu hanya karena Brad Cohen dianggap mengganggu dengan suara-suara ribut yang dibuatnya.




Brad dewasa (Jimmy Wolk) pada akhirnya memutuskan bahwa ia akan menjadi seorang guru. Brad mulai mengajukan lamarannya ke beberapa sekolah. Tahap seleksi berkas selalu yang termudah bagi Brad, tapi kemudian, pada tahap wawancara, Cohen lebih sering ditendang keluar sebab sekolah-sekolah enggan mendengar suara Tourette-nya. Hal ini mendorong Brad untuk terbuka terlebih dahulu kepada sekolahan yang akan ia ajukan pelamaran mengenai Sindrom Tourette yang ia derita.


Didorong dukungan ibunya, adiknya Jeffrey, dan Nancy, pada akhirnya ada sebuah sekolah yang mau menerima Brad Cohen sebagai guru, dengan menerima ketidaknormalan yang Brad miliki. Disinilah, bersama second graders, Brad Cohen menemukan hidupnya. Ia mempersembahkan seluruh hidupnya untuk melakukan yang terbaik di sekolah, sehingga semua murid menyukainya. Brad Cohen berhasil mengajari Thomas, anak 'bandel' yang sulit mengeja huruf hingga Thomas menyukai buku, Brad Cohen berhasil mengajari anak-anak pelajaran Geografi dengan cara yang dicintai.

Children look at the world differently from most adults - They look at the world and say ‘I Will,’ not I Can’t.

Pada akhirnya, Brad Cohen berhasil mendapatkan penghargaan "TEACHER OF THE YEAR". Menurutnya, guru terbaiknya adalah : my tourette's.



Film ini adalah film bergenre pendidikan, motivasi yang disutradarai oleh Peter Werner yang dirilis pada 2008. Berdasarkan pada kisah nyata, film ini betul-betul saya acungi sepuluh jempol! Semua pemain benar-benar maksimal dalam setiap scene.

Pelajaran yang bisa kita ambil, diantaranya, ARTI SEBUAH DUKUNGAN. Dari yang selama ini saya dapatkan, dan saya simpulkan, kesuksesan itu selalu bertumpu pada tiga hal, (1) Dorongan, (2) Arah, (3) Percepatan. Dan disini yang akan memulai segalanya adalah dorongan. Brad Cohen mempunyai mindset yang luar biasa, dimana ia tidak akan membiarkan that thing ruins him. Ini semua tidak terlepas dari dorongan yang dilakukan oleh ibunya, adiknya, dan seluruh teman-temannya.


Dari film ini, kita juga dapat belajar bahwa, masa lalu seharusnya menyadarkan kita untuk sadar harus berbuat apa dimasa depan. Brad berhasil menjadi 'the true teacher' karena masa lalu yang ia alami, dengan guru-gurunya yang amat mendiskriminasikan hidupnya. Jika kita lihat kenyataan yang terjadi sekarang ini, kecilnya saja, acara MOS sekolah dasar dan menengah di Indonesia, kita tahu begitu banyak agenda-agenda dalam kegiatan MOS yang seharusnya tidak perlu, kekerasaan, perendahan harga diri, bahkan tidak kaget lagi, hingga terjadi kasus 'tewasnya....'. Semua ini terjadi karena apa? Karena mereka yang melakukan, dulunya juga mendapat perlakuan yang sama. Ironis? Ya. Seharusnya ketika kita mendapat perlakuan yang buruk, itu harus menghentikan kita untuk berbuat yang sama dan bahkan berfikir bagaimana caranya agar hal itu tidak akan pernah lagi terjadi.

though they'd never blame the stars!!
Kita juga seharusnya dapat menyadari bahwa setiap orang memiliki kelemahannya masing-masing. Entah itu dalam bentuk fisik, atau mungkin kecerdasan, atau kepribadian, bahkan kecacatan saraf sekalipun. Semua orang memilikinya, tinggal kita yang harus bersikap dewasa dalam menyikapinya. Sering-seringlah bermain, jika saya menjadi... Imagine I be him, or her, or them! Dan rasakan seperti apa kita ingin diperlakukan sesungguhnya. Respected? Absolutely, genious. Entah mereka hitam, atau pucat. Entah mereka gemuk, atau kurus. Tak peduli gimbal, atau lurus. Gagap, atau disabel. They are human. And what about you? Us? We are human to, arn't we? So they are us. We are them. Stop mocking each others!

I actually cried a lot watching this. Mr. Cohen is such an inspiration, I like how he is so optimistic about life and how he battled his illness. It tells us that everyone, no matter how flawed or how handicapped we are, deserves a chance. A chance to fulfill our dreams and prove everyone even yourself that you can do it.


Everyone has a ‘thing’ that haunts them in some way. It might be prejudice or chronic illness. It might be physical limitations or life circumstances or ego or pride or jealousy or hate, but everyone has their thing.  

Share this:

ABOUT THE AUTHOR

Hai kenalin! Gue Rizka, sekarang mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata IPB. Gue sukanya banyak, salah satunya adalah nulis dan makin kesini gue makin menyadari ada banyak hal dalam hidup ini yang kadang perlu dikritisi, didukung, atau disebarluaskan. Makanya blog adalah tempat yang gue rasa tepat untuk menyalurkan semua itu. Sambil sesekali bisa jadi tempat gue berbagi cerita. Salam kenal dan selamat membaca!

9 comments:

  1. terimakasseh.. lanjutkan bakatmuuu

    ReplyDelete