Sebelumnya aku ga pernah terlalu tertarik sama sejarah. Apalagi sejarah perpolitikan bangsa-bangsa. Ewh, so boring. Gimana ya, terkesan kuno dan culun gitu. Yang suka sejarah juga dulu sering aku anggep sok genius banget. Berasa paling tahu, paling bijak, paling lama idup, sok dewasa, dan segala sok-sokan lainnya #maafkanakutemanteman. Apalagi sejarah itu cuma bisa dipelajari lewat satu cara MEMBACA. Is that sound old, isnt it? Beda misalnya sama matik atau fisika yg bisa sambil latihan-latihan, atau eksperimen, kan jadi cooler gitu loh. Aku aja bingung gimana bisa ya guru sejarah jadi guru? Mereka masuk kelas trus cuma ngoceh ampe berbuih-buih dan tak jarang yang duduk paling depan kehujanan, dan padahal itu semua ada di dalam textbook. Truly wastin our time. #maafkanakuparagurusejarah...
Buat apa coba pusing-pusing ngungkit-ngungkit masa lalu? Orang udah terjadi. Selena aja cepet mup on, masa kita engga *naon riz naooon* Maksudnya kurang ngefek ke kehidupan kita sekarang, iya ga?
Mau kita tau Soekarno sempet diculik atau enggak, tetep aja 17 Agustus kita upacara. Peduli amat Hiroshima Nagasaki di eBom, toh kakek nenek gue tetep ga ada jepang-jepangnya. Ngurusin amat perang dunia satu korbannya berapa jiwa, toh sekarang middle east tetep dibombardir? KHAAN?
Namun semua stigma itu berubah sejak negara api menyerang *ngabojek riz*
Well, habis UTS kemaren yg bikin gabut bgt sumpah manalagi kimia gw lagi-lagi remedial, aku mencari-cari buku yg kira-kira bisa mengisi kegabutan selama masa-masa itu. Di sudut-sudut lemari hingga pelosok-pelosok boks, Rasanya tu bener2 lagi butuh asupan motivasi gitulah, vitamin kebahagiaan #ea. Lagi butuh sesuatu yg bisa ngalihin pikiran yang penat sangat karena lelah menuntut ilmu yang tak seharusnya dituntut itu--karna ia tak berdosa--apedahh
Tapi sayangnya hampir semua buku yg ketemu udah pernah gue telen (iye abis tu muntahin lagi jadi buku lagi)--kecuali satu. Ya. Satu-satunya buku yang sejak pertama kali Bapak kasih belom pernah aku sentuh karena emang secara fisik buku ini ga ganteng-ganteng amat. Yap, novel ini merupakan novel fiksi sejarah yg bernafaskan islam, yakni buku karya Indra Gunawan : AIN JALUT;AGAINST THE MYTH OF HULAGU.
Aku udah salah banget judge this book by its cover. You know lah jiwa anak muda masa kini, pasti lebih suka novel2 misterinya JK Rowling atay science fictionnya Suzan Kolin, atau paling mentok-mentok kisah cintanya John Green (tp suwer gue udah tobat dr bacaan2 ga guna sperti itu!AllahuAkbar!). Well, I am forcing you to buy this book! This is the short result;
Hulagu Khan merupakan pimpinan Mongol yang melancarkan ekspansi ke Barat abad 13. Adalah bangsa bar-bar yang berperang tidak demi kehormatan, tidak pula karena harta, apalagi wanita. Namun lebih dari itu, bangsa Mongol merupakan pemusnah peradaban. Datang untuk meluluhlantahkan suatu negeri lantas beranjak meninggalkannya.
Kehancuran Baghdad sebagai kota muslim terbesar pada masanya menggegerkan negri-negri muslim lainnya. Sebagian dari mereka memilih untuk menyerah dengan memberi kekuasaan dan membayar upeti. Sebagian lagi memilih mengibarkan panji jihad melawan bangsa biadab tersebut.
Sayang beribu sayang semua kota muslim tetap dibinasakan, tak terkecuali mereka yang mengaku tunduk, sebab Hulagu jelas-jelas bukan pemegang janji.
Tinggal satu negeri muslim terakhir yang harus ia hancurkan demi menikmati seluruh dunia ini, Bumi Kinanah. Bumi para nabi. Tanah Mesir, yang namanya disebut jelas dalam Al-Quran sebanyak lima kali.
Berita baiknya, Mesir memutuskan untuk perang, demi tanah air dan demi diin yang harus ditegakkan ini. Di bawah pimpinan Qutuz, panglima Baibars dan prajurit lainnya bertempur dengan pasukan Mongol di bawah komando Kitbuqa Khan. Lembah Ain Jalut, Palestina menjadi saksi bisu pertumpahan darah, desau pedang, teriakkan sakaratul maut, kelojatan kuda perang, debu-debu yang berterbangan, dan segala bising peperangan lainnya yang tumpah ruah jadi satu.
Lembah strategis ini lantas membantah mitos seorang Hulagu yang tak terkalahkan.
Diselipi bagian fiksi yang berdiri sendiri, Said pemuda dengan asal-usul tak jelas yang memutuskan untuk bergabung dalam peperangan hingga akhirnya menemukan jati diri, Fadhil yang lewat Ain Jalut tersadar betapa banyak waktu yang telah ia buang untuk bersenang-senang dan bergenit-genit ria, serta romansa keindahan keluarga Jakfar yang amat bersahaja, ikhlas membantu saudara-saudaranya yang malang melintang menjadikan buku ini kian mengharu-biru.
Sumpah ya, aku nangis kejer di bagian akhir buku ini. Konflik Jakfar dan keluarganya bikin pembaca bener2 sadar mengapa jihad fii sabilillah berbalas surga nan abadi. Juga bagian salah satu amir kekhilafahan, Muhammad al-Kamil amir Kota Miyafarkin yang berjuang mati-matian menggenggam ad-diinul haq hingga wafat dengan anggota tubuh yang tak lengkap bahkan di pacung, membuat kita semua makin menyadari bahwa membela agama Allah sejatinya amat menyenangkan karena para syuhada tidak pernah mati. Mereka selalu hidup di sisi Rabbnya.
Well, I recommend this book 100% to you who is chasing of lights, motivations, and meaning of being HAMBA! Beneran harus baca! Gara-gara baca buku ini juga, aku jd ga lagi memangdang SEJARAH sebelah mata. Karena sadar atau enggak, kita harus mempelajari sejarah untuk bisa move on. Aku langsung jatuh cinta banget sama at-tarikh. Sejarah. Suka banget sama cerita2 perang!eergh, bikin mewek. Beneran deh, ini gue yang hatinya keras banget nangis baca cerita perang! Jauh lebih bakar emosi ketimbang novel2 teenlit yg lo baca dah,wkwk. Kenapa? Karena ini dikaitkan juga dengan idroksillabillah... Jauh lebih bikin kita terkesima sama para mujahidin... Swear!
Kehidupan yg terjadi sekarang ini juga sebenernya pengulangan sejarah, cuma mungkin lakon dan latarnya aja yang berubah. Tanpa sejarah, kita ga pernah bisa belajar untuk punya kehidupan yang lebih baik, ga akan bisa meresolusi diri, apalagi bangsa. Ceuk Soekarno mah JAS MERAH! Dan ternyata, sejak kecil kita itu udah dididik dengan sejarah. Cerita-cerita teladannya Rasulullah, para nabi serta sahabat genrenya apa dong kalo bukan sejarah? That is it. Padahal dr meneladani kisah-kisah mereka, ada lebih dari segunung pelajaran yg dapat kita petik. Allah aja bilang di Al-Quran agar kita memperhatikan ummat terdahulu, agar kita memetik pelajaran. Ini semua hanya bagi mereka yang berpikir. Wallahualam.
Greet from Great Reader to the Greater Readers!
Three fingers up!
Buat apa coba pusing-pusing ngungkit-ngungkit masa lalu? Orang udah terjadi. Selena aja cepet mup on, masa kita engga *naon riz naooon* Maksudnya kurang ngefek ke kehidupan kita sekarang, iya ga?
Mau kita tau Soekarno sempet diculik atau enggak, tetep aja 17 Agustus kita upacara. Peduli amat Hiroshima Nagasaki di eBom, toh kakek nenek gue tetep ga ada jepang-jepangnya. Ngurusin amat perang dunia satu korbannya berapa jiwa, toh sekarang middle east tetep dibombardir? KHAAN?
Namun semua stigma itu berubah sejak negara api menyerang *ngabojek riz*
Tapi sayangnya hampir semua buku yg ketemu udah pernah gue telen (iye abis tu muntahin lagi jadi buku lagi)--kecuali satu. Ya. Satu-satunya buku yang sejak pertama kali Bapak kasih belom pernah aku sentuh karena emang secara fisik buku ini ga ganteng-ganteng amat. Yap, novel ini merupakan novel fiksi sejarah yg bernafaskan islam, yakni buku karya Indra Gunawan : AIN JALUT;AGAINST THE MYTH OF HULAGU.
Hulagu Khan merupakan pimpinan Mongol yang melancarkan ekspansi ke Barat abad 13. Adalah bangsa bar-bar yang berperang tidak demi kehormatan, tidak pula karena harta, apalagi wanita. Namun lebih dari itu, bangsa Mongol merupakan pemusnah peradaban. Datang untuk meluluhlantahkan suatu negeri lantas beranjak meninggalkannya.
Kehancuran Baghdad sebagai kota muslim terbesar pada masanya menggegerkan negri-negri muslim lainnya. Sebagian dari mereka memilih untuk menyerah dengan memberi kekuasaan dan membayar upeti. Sebagian lagi memilih mengibarkan panji jihad melawan bangsa biadab tersebut.
Sayang beribu sayang semua kota muslim tetap dibinasakan, tak terkecuali mereka yang mengaku tunduk, sebab Hulagu jelas-jelas bukan pemegang janji.
Tinggal satu negeri muslim terakhir yang harus ia hancurkan demi menikmati seluruh dunia ini, Bumi Kinanah. Bumi para nabi. Tanah Mesir, yang namanya disebut jelas dalam Al-Quran sebanyak lima kali.
Berita baiknya, Mesir memutuskan untuk perang, demi tanah air dan demi diin yang harus ditegakkan ini. Di bawah pimpinan Qutuz, panglima Baibars dan prajurit lainnya bertempur dengan pasukan Mongol di bawah komando Kitbuqa Khan. Lembah Ain Jalut, Palestina menjadi saksi bisu pertumpahan darah, desau pedang, teriakkan sakaratul maut, kelojatan kuda perang, debu-debu yang berterbangan, dan segala bising peperangan lainnya yang tumpah ruah jadi satu.
Lembah strategis ini lantas membantah mitos seorang Hulagu yang tak terkalahkan.
Diselipi bagian fiksi yang berdiri sendiri, Said pemuda dengan asal-usul tak jelas yang memutuskan untuk bergabung dalam peperangan hingga akhirnya menemukan jati diri, Fadhil yang lewat Ain Jalut tersadar betapa banyak waktu yang telah ia buang untuk bersenang-senang dan bergenit-genit ria, serta romansa keindahan keluarga Jakfar yang amat bersahaja, ikhlas membantu saudara-saudaranya yang malang melintang menjadikan buku ini kian mengharu-biru.
Sumpah ya, aku nangis kejer di bagian akhir buku ini. Konflik Jakfar dan keluarganya bikin pembaca bener2 sadar mengapa jihad fii sabilillah berbalas surga nan abadi. Juga bagian salah satu amir kekhilafahan, Muhammad al-Kamil amir Kota Miyafarkin yang berjuang mati-matian menggenggam ad-diinul haq hingga wafat dengan anggota tubuh yang tak lengkap bahkan di pacung, membuat kita semua makin menyadari bahwa membela agama Allah sejatinya amat menyenangkan karena para syuhada tidak pernah mati. Mereka selalu hidup di sisi Rabbnya.
Well, I recommend this book 100% to you who is chasing of lights, motivations, and meaning of being HAMBA! Beneran harus baca! Gara-gara baca buku ini juga, aku jd ga lagi memangdang SEJARAH sebelah mata. Karena sadar atau enggak, kita harus mempelajari sejarah untuk bisa move on. Aku langsung jatuh cinta banget sama at-tarikh. Sejarah. Suka banget sama cerita2 perang!eergh, bikin mewek. Beneran deh, ini gue yang hatinya keras banget nangis baca cerita perang! Jauh lebih bakar emosi ketimbang novel2 teenlit yg lo baca dah,wkwk. Kenapa? Karena ini dikaitkan juga dengan idroksillabillah... Jauh lebih bikin kita terkesima sama para mujahidin... Swear!
Kehidupan yg terjadi sekarang ini juga sebenernya pengulangan sejarah, cuma mungkin lakon dan latarnya aja yang berubah. Tanpa sejarah, kita ga pernah bisa belajar untuk punya kehidupan yang lebih baik, ga akan bisa meresolusi diri, apalagi bangsa. Ceuk Soekarno mah JAS MERAH! Dan ternyata, sejak kecil kita itu udah dididik dengan sejarah. Cerita-cerita teladannya Rasulullah, para nabi serta sahabat genrenya apa dong kalo bukan sejarah? That is it. Padahal dr meneladani kisah-kisah mereka, ada lebih dari segunung pelajaran yg dapat kita petik. Allah aja bilang di Al-Quran agar kita memperhatikan ummat terdahulu, agar kita memetik pelajaran. Ini semua hanya bagi mereka yang berpikir. Wallahualam.
Greet from Great Reader to the Greater Readers!
Three fingers up!