Jumat, 29 Juni lalu, kelompok 5 mata kuliah Kehutanan
Masyarakat Jum’at pagi melakukan kunjungan kepada salah satu Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) di bidang Kehutanan dan Lingkungan Hidup yakni Forest Watch
Indonesia (FWI). Kantor FWI terletak tidak jauh dari lapangan Sempur Bogor,
tepatnya di Jalan Sempur Kaler
No.62, Sempur, Kota Bogor.
Ketika pertama kali tiba di kantor FWI, kami disambut oleh Mas Andi dari bagian
Media dan Komunikasi. Selanjutnya kami dipertemukan dengan Om Shoelton selaku
Direktur Utama Forest Watch Indonesia. Di dalam ruang diskusi, hadir pula
beberapa pengurus Forest Watch Indonesia seperti Mbak Amel yang bergerak di
komisi Media dan Komunikasi, Mbak Linda dari komisi Kampanye dan Advokasi,
serta beberapa pengurus lain yang sedang berkutat di depan laptopnya
masing-masing. Suasana di dalam kantor terbilang cukup santai, kami ditawari
minuman kopi/ teh yang dapat kami buat sendiri.
Forest Watch Indonesia merupakan sebuah perkumpulan yang bergerak di bidang Kehutanan dan Lingkungan Hidup dengan core business memperjuangkan keterbukaan informasi bagi masyarakat. Visi FWI sendiri ialah mewujudkan sistem pengelolaan data dan informasi kehutanan di Indonesia yang terbuka menuju pengelolaan sumberdaya hutan yang berkelanjutan dan berkeadilan. Om Shoelton mengatakan mengapa keterbukaan informasi dipilih menjadi inti daripada pergerakan FWI ialah karena, tanpa keterbukaan informasi, rasa keberadilan dan kemakmuran mustahil dapat terwujud. “Bagaimana kita bisa merasa adil apabila tanah kita tidak jelas batas pagarnya dimana?” ujarnya pada kami. Beliau turut mengisahkan beberapa polemik yang telah diperjuangkan FWI diantaranya konflik masyarakat adat di Muara Tae, Kalimantan yang hingga saat ini masih terus berlanjut. Masyarakat adat di Muara Tae nyatanya hingga hari ini belum dapat mengakses dokumen Hak Guna Usaha (HGU) atas tanahnya sendiri. Bersama lembaga serta perorangan lainnya, FWI telah membuat petisi yang diajukan kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertahanan Nasional (ATR/BPN) untuk sesegera mungkin membuka dokumen HGU tersebut. Sayangnya, hingga detik ini belum juga diindahkan oleh kementerian meskipun kasusnya telah dimenangkan di Mahkamah Agung (MA). Beberapa kasus lain juga ia ceritakan secara umum seperti kasus penebangan-penebangan yang terjadi di Puncak, sistem regulasi produksi kertas dari kayu beserta limbahnya, dan lain-lain yang memang bergerak di bidang kehutanan dan lingkungan hidup dengan nafas keterbukaan informasi.
FWI membentuk sistem kerjanya dalam lingkar daur yang terdiri atas 1) Pusat Data dan Informasi, 2) Kampanye dan Advokasi, serta 3) Media dan Komunikasi. Pusat data dan Informasi merupakan bagian dimana semua data-data/ hasil riset dikumpulkan dan dianalisis menjadi suatu berita/ isu. Selanjutnya, isu yang telah terbentuk dilanjutkan oleh tim Kampanye dan Advokasi guna dieskalasi. Isu ini kemudian diteruskan dalam wujud kampanye (horizontal ke masyarakat) maupun advokasi (vertikal ke pemerintahan). Selanjutnya, tugas tim Media dan Komunikasi yang menjadi corong dari hasil siklus ini untuk menyebarluaskannya ke publik. Tim Media dan Komunikasi juga tidak berhenti sampai disitu, mereka juga sesekali melakukan penjaringan opini, polling, dan lain-lain yang hasilnya dapat diteruskan ke bagian Pusat Data dan Informasi. Adapun kepengurusan perkumpulan FWI secara struktural dapat ditunjukkan pada gambar berikut,
Produk-produk yang dihasilkan secara konkret oleh FWI
sendiri bervariasi, seperti buku, film,
serta multimedia kreatif yang biasa disebarkan melalui media sosial. Sesekali
FWI mengadakan lomba membuat film pendek dengan sasaran siswa SMA dan mahasiswa
dengan tema-tema tertentu. Melalui tema-tema inilah, FWI menyelipkan materi
yang sebenarnya ingin disampaikan kepada sasaran. Untuk jadwal rutinan, FWI
memiliki tiga agenda. Yakni 1) Ngaso, 2) Kelas Hutan dan 3) Tjiliwoeng. Ngaso merupakan
kegiatan mingguan berupa diskusi mengupas suatu isu dengan mendatangkan
pembicara-pembicara terkait. Nuansa yang sengaja diciptakan dalam Ngaso adalah
nuansa santai. Seperti menyuguhkan penampilan-penampilan seni, menghadirkan
band, dan lain-lain, dengan harapan seluruh lapisan masyarakat dapat menikmati
jalannya diskusi dan tidak merasa enggan dengan “diskusi” yang umumnya tercitra
serius dan membosankan. Kelas Hutan merupakan kelas kuliah yang dibuka oleh FWI
setiap bulan. Dalam Kelas Hutan, peserta mendapatkan ilmu mengenai tema yang
diangkat per bulan itu sendiri sekaligus merasakan praktikumnya dengan turun
lapang ke kelompok petani yang berada di Cibolao yang memang sudah menjadi
mitra FWI sejak lama. Terakhir, Tjiliwoeng. Hakikatnya ini merupakan kegiatan
kolaboratif yang dilakukan oleh FWI dan Kelompok Peduli Ciliwung (KPC) dimana
peran FWI sendiri menjadi supporting
system KPC. Biasanya, setiap Sabtu pagi, FWI, KPC serta sukarelawan lainnya
bersama-sama melakukan susur sungai/ mulung memungut sampah yang berserakan di
sepanjang Sungai Ciliwung.
ABOUT THE AUTHOR
Hai kenalin! Gue Rizka, sekarang mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata IPB. Gue sukanya banyak, salah satunya adalah nulis dan makin kesini gue makin menyadari ada banyak hal dalam hidup ini yang kadang perlu dikritisi, didukung, atau disebarluaskan. Makanya blog adalah tempat yang gue rasa tepat untuk menyalurkan semua itu. Sambil sesekali bisa jadi tempat gue berbagi cerita. Salam kenal dan selamat membaca!
0 comments:
Post a Comment