Percaya nggak percaya, di masa depan kita sangat mungkin tidak lagi mengonsumsi sumber protein-protein kita hari ini, seperti sapi, kambing, dan lain-lain. Banyak faktor, sumberdaya yang terbatas dan pertumbuhan eksponensial populasi manusia misalnya. Oleh karena itu, sekarang-sekarang ini mulai (atau sudah?) banyak pusat-pusat pengembangan protein alternatif yang mostly bersumber dari satwa-satwa yang kini diistilahkan dengan Satwa Harapan. Salah satunya adalah Ulat Hongkong (Tenebrio molitor)! Nah, Senin kemarin (18 Februari), anak-anak KSH 53 berkesempatan buat mengunjungi salah satu pusat studinya, tepatnya di Laboratorium Non Ruminansia dan Satwa Harapan, di Kampus IPB Dramaga. Laboratorium ini secara autoriti milik Fakultas Peternakan, tapi terbuka untuk siapa pun yang memiliki minat untuk mendalami lebih lanjut.
Keliling Taman Hutan Kampus |
KSH53 mendapat kesempatan ini tidak lain karena bagian dari praktikum mata kuliah Manajemen Pakan dan Kesehatan Hewan. Kunjungan dimulai jam 13.00. Tapi gue, Dona, Karina, Afifah, dan Ningrum bisa-bisanya mengitari Taman Hutan Kampus dengan nikmatnya seolah lagi di Taman Nasional :") Jadilah, kita terlambat. Beruntungnya, tour dimulai pukul 13.30.
Objek pengamatan kita di Satwa Harapan sebetulnya ada dua, yang pertama: Ulat Hongkong dan yang kedua: Jangkrik. Akibat jumlah kami yang lumayan banyak, grup dipecah. Gue kebagian Ulat Hongkong duluan. Pengalaman masuk ke dalam kandang-kandang jutaan ulat hongkong yang terbesit di kepala gue adalah: gelik :"))
Sepanjang perjalanan kita ditemanin oleh Mas Hendra Agusetuawan, yang juga merupakan narasumber kita hari itu. Mas Hendra menceritakan bagaimana asal mula Ulat Hongkong bisa 'tiba' di Indonesia. Sejatinya, jenis ulat hongkong berada di daerah Eropa, yang merupakan hama dari gandum (Cerelia sp). Dan penyebaran Ulat Hongkong pun dimulai ketika China, memesan gandum dan merupakan yang pertama di seluruh Asia. Selanjutnya, negara-negara Asia lainnya, termasuk Indonesia, mengimpor gandum tersebut (dari Cina/Hongkong). Namun ketika telah tiba di negara importir, infeksi sudah sampai tahap larva dan selanjutnya menjadi ulat hongkong. Dari sanalah, istilah Ulat Hongkong disematkan pada ulat ini.
Sepanjang perjalanan kita ditemanin oleh Mas Hendra Agusetuawan, yang juga merupakan narasumber kita hari itu. Mas Hendra menceritakan bagaimana asal mula Ulat Hongkong bisa 'tiba' di Indonesia. Sejatinya, jenis ulat hongkong berada di daerah Eropa, yang merupakan hama dari gandum (Cerelia sp). Dan penyebaran Ulat Hongkong pun dimulai ketika China, memesan gandum dan merupakan yang pertama di seluruh Asia. Selanjutnya, negara-negara Asia lainnya, termasuk Indonesia, mengimpor gandum tersebut (dari Cina/Hongkong). Namun ketika telah tiba di negara importir, infeksi sudah sampai tahap larva dan selanjutnya menjadi ulat hongkong. Dari sanalah, istilah Ulat Hongkong disematkan pada ulat ini.