Penelitian #1: Akhirnya Berangkat

Setelah berbulan-bulan bergelut dengan proposal penelitian, di"tempa" di kolokium oleh DPS dan segudang drama-drama lainnya, akhirnya 12 Maret 2020 kemarin, gue dan keempat teman seperbimbingan, yakni Rakha, Refi, Salma dan Nurai berangkat juga ke lapangan buat ambil data. Kita kumpul di Node X Fahutan IPB jam 8 pagi (lewat-lewat juga sih sebenernya), langsung off to Bogor train station. Naik KRL ke Pasar Senen. Makan siang soto pinggir jalan lima belas rebuan, habis itu jam 3 sore meluncur ke Surabaya. Sepanjang perjalanan gue ditemani oleh Netflix: Big Dreams, Small Spaces. Nyeritain tentang gimana orang-orang Eropa "taking care" their gardens. Asli deh makin kepengen punya lahan yang bisa ditanemi sendiri, sayuran, buah-buahan, taneman hias huhuhuhu. Long story short, dini hari kita nyampe di Stasiun Pasar Turi Surabaya. It was my very first time to step on East Java by the way. Keluar dari stasiun, kita nyari GoCar buat pindah ke Stasiun Gubeng untuk melanjutkan perjalanan (kereta lagi) ke Banyuwangi. Kita berangkat Kamis pagi dari Bogor ya, sampe di Balai Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi tepat jam 12 siang hari Jumat-nya. Sungguh. Perjalanan. Yang. Sangat. Panjang. :")
Di PSE Jakarta (Nurai, Salma, Refi, Rizka, Rakha)
Banyuwangi ternyata, puanas rek :") Gerah banget asli. Rasanya gue kepengen jemurin baju-baju orang Dramaga di Banyuwangi. Kesian orang-orang Dramaga baju lembab mulu gegara hujan ga berkesudahan layaknya drama percintaan--bukan aku. Tiga malam di Banyuwangi, kami menginap di rumah dinas salah satu pejabat TNAP di Jl. A Yani karena kebetulan juga sedang kosong. Yang menarik selama di Banyuwangi kota ini adalah, kulinernya. Alhamdulillah seenggaknya gue udah nyobain nasi tempong dua kali, tahu lontong, lontong kare, dan pecel ikan. Uenaaakk e pooooolll. Cuma ada satu yang zonk, pas nyobain nasi tempong pertama kali, sumpah. Pedes. Parah. Gakuat. Lidah kebakarrrrrr. Berita baiknya, harganya cuma 6 ribu rupiah. 6 ribu coooooyyy. Heran sih gue dari mana itu segitu dapet untungnya. Hahahaha. Kacau. 
Yg lain mesen Tahu Lontong, gue Lontong Kare, tapi gue ngicip banyak Tahu Lontong mereka wkwkwkw.
Nasi Tempong Rp6000 yang pedesnya bikin takbir terus-terusan.
Ini wujud Nadi Tempong Bedho Dewe tadi.
Pecel pinggir jalan.
Pecel yang gue pesen.

Malam Senin, sebelum besoknya kami presentasi di hadapan pihak taman nasional, kami dikunjungi oleh Mas Fakhrikin, alumni KSH angkatan 42. Ngobrol banyak hal, dan habis itu diajak makan nasi tempong lagi. Dan kali ini......enaknya paraaahhh pengen nangissss :"""). Nama tempatnya Nasi Tempong Mbok Wah. Lokasinya terpencil, banyak belok-belok di gang-gang kecil. Tapi pas nyampe di sana, yang parkir rata-rata roda empat semua wkwkwkw. Dan indeeeeeed, enak bangettttt. Kata temen PPKU-nya Salma yang orang Banyuwangi, Nasi Tempong Mbok Wah itu adalah nasi tempong terenak se-Banyuwangi, meskipun secara harga yaaa a bit pricey. Tapi karena em em em ceritanya kita ditraktir Mas Fakhrikin, gue ngambil lauk yang enak, which is sotong asem manis huaaaa pen nangis kangen rumahhhhhhh :((((( Terus dari Mas Fakhrikin gue bener-bener terinspirasi untuk jadi alumni yang murah hati ke adek-adek tingkatnya. Gue janji sama diri sendiri, suatu hari dimana pun gue kerja, kalau ada mahasiswa IPB yang butuh bantuan buat magang, akomodasi dsb, akan gue bantu selagi gue mampu uhuhuhu, apalagi Fahutan. Kalo FPIK yaaa mikir-mikir dulu deh lima menit wkwkw. 
Tempat makan ditraktir Mas Fakhrikin.

Senin pagi, kita semua cabut dari rumah dinas A Yani. Naik GoCar ke Balai TNAP dan langsung presentasi proposal penelitian di sana. Setelah zuhur, kita dianter Mas Fakhrikin lagi (mengingat alumni Fahutan IPB di lingkup Balai TNAP sangat minimum fufu *iykwim) ke kantor-kantor seksi untuk menyerahkan SIMAKSI (Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi) dan surat-surat izin penelitian. Di kantor SPTN (Seksi Pengelolaan Taman Nasional) Wilayah II untuk Teluk Pangpang, kami menemui Bu Novi, menyerahkan proposal dan surat-surat. Dan di sanalah berita soal Surat Edaran Bupati Banyuwangi terkait penutupan Taman Nasional (diantaranya) dan himbauan Work From Home lantaran COVID-19 baru kami dengar. Mengejutkannya, ada kemungkinan kegiatan penelitian juga harus dihentikan. Bum bum jger sekali kannan :") Di satu sisi kita bener-bener baru sampe dari Bogor jauh-jauh perjalanan panjang, tapi di sisi lain, ya gimana, namanya pandemi. Tapi sama Mas Fakhrikin kita tetep diajak lanjut aja ke Kantor SPTN I untuk Blok Bedul. Singkatnya ya kami tetap melanjutkan penelitian. Alhamdulillahirobbil'alamiin. Malem Selasa itu, kami menginap di Mess SPTN (di seberang kantor seksi), sambil kenalan sama Mas Krisna, relawan dari LSM bernama Arupa sekaligus fasilitator pemberdayaan masyarakat wilayah I SPTNAP.
Rumah Dinas A Yani

Presentasi di Balai TNAP
Selasa pagi, kami diantar oleh Mas Hadi dari TN dengan mobil patroli sampai ke Pintu Masuk Alas Purwo Bedul. Selama perjalanan kami juga ditemani Mas Krisna untuk mengirimkan surat-surat izin ke Kantor Desa Grajagan dan Kantor Desa Sumberasri. Kami juga mampir ke pertemuan bulanan (tiap tanggal 17) kelompok nelayan Baruna Jaya, hosted by Pak Winarto. Dari perkumpulan itu seenggaknya gue tau bahwa nelayan sungai itu punya spesialisasinya masing-masing. Ada yang jadi "Komandan Kremis" ada yang "Bos Jaring" ada yang "Ahli Selam" dan lain sebagainya. Kita juga nyobain beberapa snack daerah: sukun, kacang rebus, iwel-iwel, dan kue pisang. Sama Pak Win gue ngobrol beberapa hal termasuk soal SDA Banyuwangi yang ternyata luar biasa sekali, sampai ngobrolin soal Tambang Emas Tumpang Pitu and all dark stories within.
Kantor SPTN I
Mobil patroli

Kelompok Nelayan Baruna Jaya

Di Kantor Desa Sumberasri
Di Kantor Desa Grajagan
Setelah semua surat diserahkan, kita pamitan dan makasih-an sama Mas Hadi karena udah nganterin sampai pintu masuk TNAP. Dari sana, kita harus nyebrang pake Gondang-Gandung. Transportasi khas Bedul. Sejenis kapal yang disusun dari dua buah perahu nelayan yang disusun dan dirakit jadi kapal yang lebih besar. Gondang-Gandung ini digunakan untuk menyebrangi Sunga Segoro Anakan, ditarif Rp5000 per kepala per sekali jalan. Gondang-Gandung juga biasanya dijadikan alat transportasi nyebrang buat nelayan-nelayan yang mau melaut ke Selatan.
Pintu masuk "ALA WO" ehehehe
Nemu trek Bandung euy (Plat D).

Naik Gondang-Gandung.
Dan....sampailah kita di Kantor Resort Grajagan, disambut oleh Pak Tikno, Kepala Resort Grajagan dan Mas Tri, PEH (Pengendali Ekosistem Hutan). Hidup berdampingan dengan Macaca fascicularis, dan selalu mandi air payau. Fyi, ketika gue nulis ini, gue udah fiks terserang Kutu Babi di sekujur kaki dan tangan *bangga pengalaman hidup* =))). Cerita selama di Kantor Resort Grajagan dan Blok Bedul bakal gue certain di tulisan selanjutnya ya. Bare with me, stay tune. Cyaaaelaaahhh segala steytun jibang wkakakaka. Dah segitu dulu aja. Jaga kesehatan yaaa buat kita semua!

Share this:

ABOUT THE AUTHOR

Hai kenalin! Gue Rizka, sekarang mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata IPB. Gue sukanya banyak, salah satunya adalah nulis dan makin kesini gue makin menyadari ada banyak hal dalam hidup ini yang kadang perlu dikritisi, didukung, atau disebarluaskan. Makanya blog adalah tempat yang gue rasa tepat untuk menyalurkan semua itu. Sambil sesekali bisa jadi tempat gue berbagi cerita. Salam kenal dan selamat membaca!

1 comments: