Just

Hari ini tadi gue UAS fisika. 42 soal dan gue cuma bisa 33, nggak yakin semua. Pulangnya, gue nyuci terus solat zuhur. Abis itu leyeh-leyeh ngeyoutube dan baca webtoon. Tadinya gue berniat untuk tidur. Secara tadi pagi bangun jam 3 banget dan belom tidur-tidur lagi, cuma sekalinya gue liat jam di hp, udah 14:38. Tanggung banget, bentar lagi asar. Akhirnya gue malah merenung. Merenungkan banyak hal. Dan akhirnya gue putuskanlah untuk ambil laptop dan mulai menulis lagi.

Ada banyak banget yang sebenernya pengen gue bagi. Pengen gue 'unggah' semua pikiran-pikiran dalam kepala gue. Mulai dari Entah kenapa tes MBTI gue makin kesini makin menunjukkan gue seorang yang introvert, tentang Target-target yang manusia sering bikin tapi salah, karna semuanya cuma result oriented, tentang Kenapa banyak banget orang (termasuk gue mungkin) masih belom bisa menikmati setiap fase dalam hidup ini, tentang Kenapa sih masih banyak yang susah banget untuk ngebangun motivasi atas dasar pribadi. Bukan karna orang lain. Dan apa aja ya tadi yang gue renungin? Pokoknya banyak. Gue berkali-kali menghembuskan nafas. Dan karenanya, gue sekarang malah random abis nggak tau harus nulis apa atau sekedar mulai dari mana.

Gue bingung parah.



Well gini, gue sejak dulu kala kalo ikut tes-tes MBTI pasti termasuk jenis orang yang extrovert. Dan gue mengakui gue sendiri memang extrovert. Sejak gue lahir kayaknya, gue seneng gaul sama orang lain. Ngobrol. Mendengar apa-apa yang mereka pikirkan tentang hal-hal, dan membagikan apa-apa yang gue pikirkan tentang hal-hal. Dari gue TK, gue udah kontroversial, gue nggak tau karna badan gue yang jelas gede banget buat anak TK, atau dengan badan begitu gue girang aja lari-lari sana-sini, tapi yang jelas gue senang main. Diajak ngobrol orang tua juga nyambung. Di SD juga, guru-guru banyak yang kenal gue, temen-temen apalagi. Gue seneng bisa jadi pusat perhatian. Di SMP, gue hampir sering dicemberutin adek gue karna nungguin gue keluar gerbang sekolah telat banget, nggak lain nggak bukan karena banyak banget gue mampirnya. Bentar-bentar nyapa dulu lah, diskusi dulu lah, mulai dari yang penting urusan OSIS atau sekedar ngejekin temen gue yang tadi siangnya kenapaa gitu.

Masuk SMA gue sedikit mulai merasakan perubahan. Nggak deng, sebenernya nggak nyadar. Eh, gimana ya, ya nyadar, tapi nyadar ketika itu udah terjadi. Paham kan maksud gue? Waktu kelas 10 SMA gue oprec buat pengurus OSIS, gue tiba-tiba aja enggak tertarik sama-sekali, jadi nggak daftar, gue jadi rakyat biasa. Waktu kelas 11 pemilihan BPH, banyak banget temen-temen gue yang menggadang2 gue buat jadi BPH, dan demi Alloh gue nggak mau banget, gue masih belom nyadar nih waktu itu. Untungnya gue nggak solehah, nggak halaqoh, jadinya gue resmi ga bakal jadi bakalcalon BPH, beres. Pas LKMA, audiensi berkali-kali kemana-mana, gue juga nggak pernah mau mengajukan diri buat jadi pembicara atau semacamnya, kecuali diminta atau engga ya emang giliran gue. Kalo lo kenal gimana gue di SMA, itu masih belom seberapa timbang gue SMP dulu yang ambis akan sertifnya kebangetan.

Dan masuk kuliah, beberapa kali di IPB gue ngalamin main game2 klasik; kita nulis nama diri kita di kertas, terus diputerin sekelas dan orang2 bakal nulis yang mereka pikir tentang gue. Dan banyak yang menulis gue pendiem, ada galak, ada sombong, ada juga yang nyuruh gue sering-sering ngobrol, ada juga yang nyuruh gue lebih semangat. Gue yang saat itu ketawa. Ketawa heran. Lah kok? Pendiem dari hongkong. Tapi kemudian ketika gue tes MBTI yang tadinya extrovert gue itu delapan puluh persen lebih, sekarang tinggal 50an hampir 60. Gue jelas-jelas kagetlah. Ibarat lu punya nilai UTS 80 tiba-tiba UAS jadi 60.

Makanya gue baru tersadar dengan penurunan intensitas diri gue buat "ada" dimana-mana. Awalnya, gue sempet merutuki diri sendiri. Mengherani, apa yang salah sama diri gue? Kenapa gue sekarang kayak gini? Dan banyak pertanyaan-pertanyaan lain yang muncul. Gue bahkan sempet berpikir apa gara-gara gue jerawatan jadi nggak mau diliat orang? Kan, bikin lu pada jadi mikir dih apa bae riz. Gue coba pelan-pelan menelaah, apa yang sebenernya mendegradasi kualitas diri gue ini.

Sampe kemudian, tek.

Gue nemu.

Meskipun extrovert score gue makin rendah, bukan berarti itu suatu degradasi. Itu bukan penurunan kualitas diri. Gue malah belakangan sadar, itu artinya gue lebih berkembang. Karena gue bisa menyeimbangkan antara outside spirits dan inside spirits gue. Divergent. Gue kemudian sadar, gue nggak perlu terus-terusan memaksa diri gue untuk kembali ekstrovert seperti jaman SD SMP dulu hanya karena ekstrovert itu terkesan aktif, banyak temen, supel, gaul, ramah, lucu, dan lain-lain. Karena toh kalau suatu hari, pada akhirnya tes MBTI gue menunjukkan gue seseorang yang introvert, itu bukan kegagalan hidup. Itu alami.

Dan di dunia kampus yang jauh lebih heterogen ini, gue malah ngerasa ada untungnya juga untuk nggak terlalu "hadir" dimana-mana. Apa ya, gue jadi punya orang-orang tertentu yang memang gue yakin untuk bisa ngobrol lepas nggak takut salah kata atau gimana. Enggak kayak dulu ketika gue ekstrovert mutlak, yang gue punya beribu-ribu temen tapi nggak pernah ada yang kekal abadi, sampe sekarang. Semuanya cuma sekedar haha-hihi atau dibatasi tujuan-tujuan dalam organisasi, tujuan tercapai, bubar barisan grak.

Dengan diri gue yang sekarang, gue malah bisa lebih bebas untuk ngelakuin apa pun yang gue mau, gue bisa nulis di blog apa pun yang gue suka tanpa perlu takut kalau ada pembina atau guru yang memergoki gue ngomong kasar lantas gue dipanggil, gue bisa lebih percaya diri mau jalan kemanapun dengan kaki gue sendiri, gue nggak perlu "ogah ah kesana ntar ketemu ini" gara-gara the day before i yelled swear words or stuff, gue nggak perlu cari-cari alasan ketika temen-temen gue yang sebenernya nggak temen-temen amat minta temenin kesana-sini, karna sekarang nggak ada lagi yang minta kayak gitu. Gue jadi lebih berani untuk jadi apapun yang gue mau, karena semangat yang gue punya to do or not to do a thing is from the inside.

Dan dengan ini juga, bukan berarti gue lantas menklaim elo-elo semua yang berkepribadian ekstrovert bahwa lo punya hidup yang fake, atau nggak bebas dan segala macemnya. Big no. Karna gue pun pernah jadi kayak kalian, dan gue tau betapa nyamannya itu. Itu juga enggak salah. Jadi poinnya, mau lu ekstrovert kek atau introvert, sebenernya itu bukan sesuatu yang besar yang memengaruhi hidup lo. Dengan lo introvert bukan berarti lo berhak tersuggest untuk nggak ikut kepanitiaan apalah atau lu enggan angkat tangan pas lagi diskus atau apa, jadi introvert itu tau mana saat yang tepat buat angkat. Dengan lo ekstrovert juga nggak berarti lo harus terus-terusan di luar, malu kalo jalan sendiri, well sesekali cobalah untuk sendiri dan renung. Merenung!

Segitu aja tulisan randomnya, masih banyak yang belom gue tulis, nanti nanti aja.
Ini udah asar, gue mau beli mangga dulu.

Share this:

ABOUT THE AUTHOR

Hai kenalin! Gue Rizka, sekarang mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata IPB. Gue sukanya banyak, salah satunya adalah nulis dan makin kesini gue makin menyadari ada banyak hal dalam hidup ini yang kadang perlu dikritisi, didukung, atau disebarluaskan. Makanya blog adalah tempat yang gue rasa tepat untuk menyalurkan semua itu. Sambil sesekali bisa jadi tempat gue berbagi cerita. Salam kenal dan selamat membaca!

0 comments:

Post a Comment