Sabtu lalu, 11 Oktober 2014 tepatnya, saya dan teman-teman dari ekstrakurikuler Jaish mengadakan training mengenai kepenulisan. Dengan persiapan yang amat singkat, akhirnya kami berhasil mengundang Mas Bayu Gawtama, seorang jurnalis yang sudah mengenal pahit garamnya dunia kepenulisan, juga telah mencicipi berbagai jenis gula dari setiap negara :D
Mas Gaw banyak memberikan penjelasan mengenai pentingnya menjadi jurnalis, pola pikir seorang jurnalis, dan masih buanyak lagi. Pertanyaannya? Penting nggak sih menjadi seorang jurnalis itu? Penting. Kali ini saya ingin menjelaskan ulang apa yang Mas Gaw jelaskan.
Lets check it.
Jurnalis itu adalah seseorang yang mampu berfikir
out of the hipster. Oppesed by the waves. Ketika dunia berfikir sama tentang suatu hal, seorang jurnalis harus melihat sisi lainnya, kebenarannya, dlsb.
Journalist also a booster. Jurnalis harus mampu menyentuh hati dunia dengan gambar-gambarnya, atau tulisan-tulisannya. Lihat gambar dibawah ini,
Gambar tersebut berisi seorang polisi lalu lintas yang tengah beristirahat makan siang, meneduhkan diri melalui motor dinasnya. Orang biasa ketika melihat kejadian ini akan berfikir,
"Dih, apaan sih ini polisi bukannya kerja juga." dan lain sebagainya. Sementara jurnalis, melihatnya dari sisi lain, fakta bahwa polisi ini telah bekerja sejak pagi, dan baru bisa makan siang pukul tiga sore. Dan ternyata hari itu adalah hari-hari menjelang lebaran (Puncak). Apa yang kemudian menyadarkan kita? Polisi juga manusia biasa. Seperti kita, ayah-ayah kita, paman-paman kita, atau mungkin sebagian Anda adalah (calon) polisi? Mereka seperti kita, yang juga bisa lelah. Dan melalui gambar yang ditangkap seorang jurnalis seperti diatas, kita sedikit banyak dapat memperbaiki presepsi masyarakat mengenai polisi. Betapa seharusnya mereka ikut berkumpul bersama keluarga, ikut menyantap opor bersama, malah ditugaskan mengatur kita, masyarakatnya, agar bisa selamat selama di perjalanan, memberikan pelayanan terbaiknya. Ini salah satu contoh kecil fungsi jurnalis.
Dan sebetulnya untuk menjadi seorang jurnalis, Anda tidak harus memiliki kartu pers yang keren, Anda tidak perlu menggenggam Nikon 800E untuk menjadi seorang jurnalis, karena setiap orang adalah jurnalis!
1. Kalian suka foto-foto?
Saya rasa jawabannya tentu saja iya. Didunia yang serba canggih saat ini. rasanya semua orang suka foto-foto. Tidak terkecuali laki-laki, atau bapak-bapak. Semuanya merasa pengen
ngeksis. Nah, berarti Anda sudah memenuhi syarat untuk menjadi seorang jurnalis. Sekarang yang perlu diperbaiki adalah, kurangi foto narsisnya, selfie, ootd, dan sejenisnya... Perbanyak menjepret kejadian yang terasa unik. Mengapa harus begitu? Readers tercinta,
dengan adanya foto kalian dengan bibir tipis, atau duckface, dengan editan magic skin atau no edit sekalipun, tidak akan melahirkan sebuah berita. Nggak akan mengubah dunia. Nggak akan mengubah cara pandang hidup masyarakat sekarang, yaa kecuali kalian akan dinilai lebih cantik/? Hahaha, but cmon. Think the necessarry! Bayangkan jika postingan instagram kalian yang mungkin udah sampe 200an berisi jepretan kehidupan, cerita-cerita yang menggerakkan hati pembaca. Kalian akan menjadi luar biasa! Setidaknya dimata Tuhan.
2. Kalian suka ngetweet?
Sekarang saya nggak perlu bertanya ke pembaca sekalian. Saya yakin pembaca semua pasti memiliki akun
social media setidaknya facebook. Atau twitter. Bahkan saya yakin masih banyak lagi yang memiliki akun-akun lainnya, ig? tumblr? path? line? pinterest? atau mungkin blog? Sekarang mari kita cek, sudah sebanyak apa tulisan yang kita buat di akun-akun tersebut. Sudah berapa kali kita ngetweet? 5K? 12K? 23K? Sekarang kita telaah lagi, dari sekian ribu tweet dengan panjang 140char, kira-kira kita paling sering membahas apa? Cinta? Pacar? Galau? Ahhh,
cmon, think better than people, please. Kira-kira, butuh tenaga nggak sih untuk menuliskan tweets hingga duapuluh ribuan? Iya--diluar menulisnya tidak dalam sekali waktu. Sekarang kita bayangkan, mungkin nggak sih kalau tenaga yang kita gunakan untuk mengetweet hingga sebanyak itu dialihkan untuk tulisan-tulisan yg lebih usefull,helpfull? Jawabannya satu, BISA. Sekarang yang harus kita perbaiki adalah lebih menimbulkan persaan kepada dunia. Karena seorang jurnalis itu
narsis-less. Mereka lebih peduli bagaimana orang-orang dapat berfikir lebih maju, menghidupkan semangat masyarakat, optimisme, trust, dan sebagainya. Syarat kedua sudah terpenuhi.
3. Suka ngomongin orang?
Pasti iya! Alaaah, ngaku deeh, bohong dosa loh... Ngaku aja.....
Ets tuh kan. Seorang jurnalis tidak mudah terpancing dengan apa yang ramai di permukaan. Ngomongin orang itu nggak selalu kejelekan bukan? Bukan tentang aibnya, atau kesalahannya. Tapi bisa jadi tentang prestasinya, kelebihan-kelebihannya, apa yang membuat orang-orang
on top of world bisa menjadi sedemikian rupa. Apa ini bisa mengubah mindset orang-orang? Pasti! Saya pribadi, setiap menemui gap dalam belajar, atau kegiatan apapun, selalu membuka buku-buku bacaan yang memotivasi. Entah itu kumpulan cerita, novel-novel ringan, atau sekedar tips-tips. Dan itu berhasil, semangat saya selalu tercurahkan kembali. Saya yakin Anda percaya bahwa jika kita berteman dengan
yang lebih diatas, akan memicu kita untuk bisa seperti mereka. Dan, tugas seorang jurnalislah untuk dapat memuat fakta-fakta kesuksesan orang-orang tersebut. Tanpa jurnalis, tidak ada yang memberitakan, tidak ada bahan bacaan masyarakat, tidak lahir optimisme. Sekali lagi, Anda suka ngomongin orang? Syarat ketiga terpenuhi.
4. Kalian suka jalan-jalan? Traveling?
Are you serious, Rizka? Everybody loves that! Yap, berarti syarat keempat untuk menjadi seorang jurnalis sudah terpenuhi. Seorang jurnalis harus senang berkeliling. Jalan-jalan. Membuka mata. Tentu saja. Bagaimana mungkin seorang jurnalis bisa mendapatkan berita jika tidak berkeliling? Hanya
ngereum dikamar? Impossible. Tapi jalan-jalannya seorang jurnalis itu bukan cuma buat update moment di path, atau nunggu askers nanya, "
lagi dimana kakaaa" bukan sama sekali. Seorang jurnalis harus peka dilingkungan sekitarnya. Jangan segan untuk bertanya banyak hal. Jangan ragu untuk mengenal orang-orang baru.
Networking is the most important to be journalist. Jika ada sesuatu yang unik dalam perjalanan kalian, segera jepret, tuliskan kata-kata, publish. Agar dunia melihatnya. Unik tidaklah sesuatu yang jarang terjadi. Unik bisa jadi sesuatu yang dekat dengan kita, ada dalam keseharian kita, tapi tidak disadari keunikkannya oleh orang biasa. Tugas jurnalis; menyadarkannya.
Selamat! Kalian sudah memenuhi kriteria dasar untuk menjadi seorang jurnalis. Sisanya, bisa didapat nanti-nanti, kemampuan membuat tulisan, kemampuang mengambil gambar. Semakin sering berlatih, akan semakin bagus hasilnya.
Sekarang tinggal Anda yang ingin melanjutkan kemampuan kepenulisan ini untuk sesuatu yang formal, atau tidak. Maksudnya, ingin atau tidak menjadi jurnalis profesional. Nah, untuk menjadi jurnalis profesional, kalian harus lebih mempersiapkan diri. Mulai asah empat kemampuan dasar tadi, agar semakin baik. Karena menjadi seorang jurnalis banyak risiko.
Saya ingin cerita sedikit,
Yap, foto seorang anak kecil dan seekor burung pemakan bangkai. Foto ini pernah menang Pulitzer. Ngomong-ngomong,
Pulitzer adalah penghargaan tertinggi dalam dunia fotografi dan/atau jurnalistik dunia. Foto ini diambil oleh Kevin Carter. Pasti saya yakin Anda sekalian memahami makna foto diatas, pelajaran yg dapat diambil. Tapi apa resikonya? Tiga bulan setelah menangnya foto ini, Kevin Carter, diberitakan bunuh diri. Mengapa? Ia merasa bersalah seumur hidupnya, karena terlalu sibuk mengabadikan kejadian ini, bocah Sudan itu tidak terselamatkan. Ada resiko menjadi seorang jurnalis. (Sebetulnya memang disetiap hal ada resikonya.)
So, sekarang tinggal Anda mau atau tidak menjadi jurnalis! Lets change the world.