art of life

I share

  • Home
  • Ask me
  • Tweet me
  • Watch me
Home Archive for 2018
Baru-baru ini, rimbawan seluruh Indonesia dihebohkan dengan rilisnya Mars Rimbawan yang memiliki warna baru. Apabila selama ini Mars Rimbawan identik dengan nuansa yang tegas dan galak, kini Mars Rimbawan hadir dalam versi yang lebih energik dan menyenangkan.

Memeriahkan HUT ke-47 KORPRI Lingkup Kementerian LH dan Kehutanan

Jumat, 30 November 2018 lalu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyelenggarakan kegiatan Pembinaan Pegawai sekaligus Resepsi Peringatan Hari KORPRI (Korps Pegawai Republik Indonesia) ke 47. Adapun HUT KORPRI itu sendiri jatuh pada 29 November. Rangkaian peringatan hari Korpri di KLHK sendiri telah dilaksanakan sejak 21 November lalu melalui berbagai macam kegiatan, seperti donor darah, lomba catur, gaple, pengucapan ikrar Panca Prasetya Korpri, olahraga bulutangkis, tenis meja, tenis lapangan, futsal, basket, senam bersama, bazar murah, pasar rakyat hasil hutan bukan kayu, pengiriman personel pada MTQ Nasional, dan pemberian penghargaan Satyalencana Wira Karya kepada sembilan orang penerima. Kegiatan ini dibuat dalam rangka penyegaran Aparatur Sipil Negara (ASN) KLHK agar lebih giat bekerja serta melayani masyarakat guna mensukseskan pembangunan.
Hal tersebut memang dirasa benar adanya. Sebab, pada resepsi HUT ke-47 KORPRI turut hadir pula salah satu diva Indonesia, Rossa. Ia membawakan beberapa lagu untuk menghibur seluruh birokrat KLHK yang hadir pada acara tersebut. Namun satu lagu yang paling mengejutkan adalah Mars Rimbawan yang telah diaransemen ulang oleh Yovie Widanto. Mars Rimbawan yang biasanya dibawakan dengan tegas, kini bisa didengar dalam versi yang lebih fun.
Gambar 1 Rossa bernyanyi pada HUT ke-47 KORPRI KLHK (suara.com)

Membangkitkan Nostalgia

Rossa atau yang akrab disapa The Oca tidak hanya berhasil membawakan Mars Rimbawan dengan sangat baik, namun juga berhasil membangkitkan kenangan lama bagi rimbawan-rimbawan seluruh Indonesia. Beragam apresiasi muncul dengan kehadiran Mars Rimbawan versi Rossa ini. Seperti @syilvf yang berkomentar pada kiriman Rossa di Instagram, “yaampun bagus bangett mbaa. Aku sbg forester jd sgt bangga dan merinding denger versi ini nya krn di remind lagi dg lagu ini.” Ia juga berharap Mars Rimbawan versi Rossa ini dirilis secara resmi agar bisa diunduh, “Klo ada official song nya, aku donlod dan jadiin playlist aku deh, bagusss banget sih!”. Untuk saat ini, Mars Rimbawan versi lengkap dapat ditonton melalui laman Youtube Direktorat Usaha Hutan Produksi dengan link: https://www.youtube.com/watch?v=yzg0m08CxAQ.
Semoga dengan aransemen baru Mars Rimbawan ini, rimbawan di seluruh Indonesia dapat lebih bersemangat dan bekerja penuh kebanggaan untuk nusa dan bangsa.
Ingatlah nusa bangsa minta supaya dibela, oleh kamu semua!
Referensi:
https://www.suara.com/news/2018/11/30/144407/hut-korpri-ke-47-klhk-pancasila-perkokoh-persatuan-bangsa
Di atas birunya laut Kepulauan Seribu, aku bergidik membayangkan bagaimana teman-teman mahasiswa yang habis ditelanjangi, disetrum, dan ditindih balok es, pernah tergeletak begitu saja di dasarnya. Dengan tangan terikat dan
kepala terkoyak pelor.
Di penghujung tahun 2018 ini, gue mau merekomendasikan novel yang paling membekas selama setahun ini. Ialah Laut Bercerita, karangan Leila S. Chudori. Gue rasa nggak perlu gue ceritakan novel ini ngomongin apa. Toh search engine bakal mengarahkan kalian pada review-review yang lebih berkualitas. Di samping itu: karena Laut Bercerita bahkan sudah punya film pendeknya sendiri. Yang sayangnya, ketika screening gue kehabisan tiket duluan. Sehingga gue cuma bisa menyaksikan behind the scenes-nya di sini : klik ini.

Buku ini yang kemarin bikin gue terbakar, bahwa nge-BEM nggak sebercanda itu.
Saya pemuda dan saya siap berkontribusi menjadi bagian kisah baru untuk KM IPB!
Foto Kabinet di Lapangan Rektorat
Itu sepenggal caption postingan twibbon stance gue terhadap BEM KM IPB setahun yang lalu, 8 Desember 2017. Twibbon yang justru baru gue post setelah gue accepted. Gila ga sih gue hahaha. Padahal, itu salah satu syarat daftar BEM KM. Gue gitu loh. Tiba-tiba, sekarang, udah hari kedelapan aja gue menjalani hari-hari sebagai mahasiswa umum. Oke, ketika gue mulai menulis ini adalah tanggal 28 November 2018 pukul 11 pm dan mari kita lihat kapan tulisan ini bakal menemui salam penutupnya. Karena gue berniat menumpahkan semuanya dalam satu postingan ini.

Jadi, begini...

***

Langkah Awal
Semua bermula dari gue yang merupakan simpatisan salah satu pasangan calon Presma-Wapresma BEM KM IPB 2018, Qudsyi-Surya. Sampai akhirnya mereka keluar sebagai pemenang. Entah karena apa, tiba-tiba gue tau, gue akan menjadi bagian dari kabinet ini. Semacam ilham dari langitlah wkwk. Pada saat itu gue belum yakin antara Lingkungan Hidup atau Agrikompleks yang akan gue propose. Karena hanya dua dari sebelas kementerian dan tiga biro yang menawarkan unsur-unsur kehutanan dan lingkungan di dalamnya. Singkat cerita, gue akhirnya mantap memilih Jagrikom (Kebijakan Agrikompleks) sebagai rumah gue mengabdi setahun kedepan. Gue pada mulanya enggak begitu berambisi untuk harus diterima, karena proses diklat dan seleksi gue jalani dengan sangat selow. Sampai ketika tahap wawancara, gue semacam dapat wahyu kalau gue pasti diterima hahaha! Ya, karena dalam kesempatan wawancara, gue bisa dengan perfect-nya membawakan puisi Rendra "Sajak Pertemuan Mahasiswa" di depan Bang Bambang (menteri terpilih) dan Kak Alifda (sekretaris terpilih). Sepulang dari wawancara, gue siap menerima notifikasi diterimanya gue di dalam kabinet. Hahaha.
Sebelum Negara Api Menyerang 😀

Momen Dialog Rektor, masa awal.

"Indonesia tanah berseri, tanah yang aku sayangi. Marilah kita berjanji, Indonesia abadi. Selamatlah rakyatnya, selamatlah putranya. Pulaunya, lautnya, semuanya. Majulah negerinya, majulah pandunya, untuk Indonesia Raya!"

Kurang lebih demikian penggalan lagu Indonesia Raya yang membuat gue selalu merinding berkali-kali. Sayangnya, engga banyak yang tau soal penggalan Indonesia Raya itu. Kebanyakan dari kita, sejak SD sampai sekarang, 'cukup tau' lagu Indonesia Raya sebagaimana selama ini kita menyanyikannya kala pengibaran bendera merah putih. Padahal, naskah asli Indonesia Raya itu tertulis hingga tiga stanza.

Saat itu, masa-masa perjuangan bangsa kita lepas dari penjajahan, boleh jadi stanza 1 lagu Indonesia Raya adalah yang paling sesuai. Tentang perjuangan merebut kemerdekaan. Namun rasa-rasanya justru stanza 2 dan 3 lebih menjadi tantangan yang mesti kita hadapi saat ini. Soal budi pekerti yang mulai tergeser misalnya. Bukankah tidak hanya di kehidupan sosial masyarakat? Bahkan berpolitik pun hari ini semacam kehilangan sopan santunnya. Atau katakanlah soal bagaimana kita beragama, yang mengingatkan gue dengan kalimat Salim Said: "Indonesia, Tuhan saja tidak ditakuti" yang bisa jadi ada benarnya, merupakan sebab musabab Indonesia nggak kunjung maju. Juga problematika sumber daya alam yang justru jadi ironi (resource curse). Sebuah kutukan sumberdaya, dimana negara yang dikaruniai sumberdaya alam melimpah, justru cenderung merupakan negara dengan pertumbuhan ekonomi paling rendah.


Bismillahirrohmanirrohiim. Pertama-tama gue mau mengungkapkan dulu bahwa postingan ini dibuat murni untuk membantu teman-teman semua yang sedang dalam misi mendapatkan beasiswa. Kalau ada pertanyaan-pertanyaan lebih lanjut, gue bakalan dengan senang hati kalau bisa membantu, I can be reached through Instagram or Line, tapi gue lebih menyarankan direct message-nya instagram karena pasti lebih fast respond.

Alhamdulillah, sejak semester tiga lalu (sekarang gue semester lima), gue menjadi salah satu dari sekian banyak awardee beasiswa Beasiswa Unggulan. Beasiswa Unggulan sendiri merupakan beasiswa yang diberikan oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri. Gue rasa mungkin Beasiswa Unggulan (BU) ini lebih kurang mirip seperti LPDP-nya Kemenkeu. Sebetulnya, segala hal tentang persyaratan, tata cara pendaftaran, dan lain sebagainya sudah jelas ditulis di website-nya. But in case you need some personal explanation, here I am :)




Sebenernya itu di judul pengen gue tambahin --yang nge-BEM tapi gasabar bentar lagi demis padahal juga masih bimbang soal identitas selanjutnya wkwk gimana riz gimana. Postingan update ini sebenernya udah gue rencanakan sejak bertahun-tahun lalu. Tapi karena satu dan sejuta lain hal, gue baru ngepost sekarang. Ngga jelas sih. Ga ada out line apa-apa di sini. Ngalir aja.

Jadi, tadi pagi gue habis menghadap Pak Nyoto, beliau adalah kepala departemen gue, kadep. Perihal sesuatu lah intinya. Tapi kemudian gue malah ketrigger nulis di sini karena beliau katakanlah curhat tentang yaa keresahan dia melihat mahasiswa-mahasiswanya sekarang ini. Dan itu lah yang pengen gue ceritakan di sini. Sebagai salah satu mahasiswanya dia, dan juga yang mengalami keresahan yang sama.
DKSHE

Pembaca yang budiman, perlu kalian ketahui bahwasannya gue itu di departemen sama sekali bukan artis. Engga terkenal, dan engga kenal orang. Yang gue kenal yaa cuma lingkaran kecil pertemanan gue, sebatas itu-itu aja. Gue bahkan rasanya terlihat cukup introvert di lingkup departemen atau fakultas. Salah satu penyebabnya adalah, ni gue fair banget ya nulis di sini, karena gue engga begitu suka dengan sistem organisasi kemahasiswaan di departemen gue sendiri. Alias himpunan profesi. Sebut saja himakova, karena emang demikian. Gue rasa ada faktor kesalahan dari diri gue nya juga sih kenapa bisa sampe gini, yakni karena gue udah semacam "engga terima" duluan ketika dulu masa-masanya MPH atau masa pengenalan himpunan. Gue ngerti iya gue ngerti, mungkin segala hal yang bagi gue terkesan seniorisme, kekerasan verbal, dan lain-lain, dll :), ituuu mungkin ya bagian dari yang namanya jimen alias uji mental. Karena yang namanya bidang kehutanan itu, apalagi konservasi, ya mau engga mau pasti berbatasan dengan masyarakat adat lah, penebang illegal lah, dan lain-lain yaa gue paham betul. Bokap gue sendiri yang kasih testimoni. Beliau alumni KSH juga. Angkatan 25. Sekarang kerja di kehutanan Bangka Belitung, yang maksud gue adalah, ilmunya linear. Beberapa hari yang lalu, gue dikasih update (via grup keluarga) gimana dia dan temen2 timnya melakukan pengejaran terhadap illegal loggers di hutan belantara sana. Tengah malem, jam 2an gitu. Ya iya, itu bareng polisi lah apa lah. Artinya, gue engga bisa menafikkan fakta apa yang senior2 gue bilang bahwa kehutanan itu memang mau gak mau harus tahan di"keras"in.
Setelah berkali-kali cravings bisa donor darah di kampus, akhirnya hari ini gue kesampaian buat bisa donor darah! Udah sejak PPKU, tiap kepengen donor mesti kayak hoka-hoka bento dah, ada aja alasannya untuk kemudian gabisa ikut donor. Semalam pun sebetulnya sempat ragu juga gue, jangan-jangan ngga bisa lagi, karena semalem gue kaya gembel gitu tidur di lantai sampai pagi dan emang sebenernya masih di minggu gue menstruasi. Tapi karena memang pas banget hari Senin itu gue kosong dari jam 10-an sampe zuhur, akhirnya gue cobain aja. Itung-itung periksa kesehatan gratis, toh kalo mental nantinya juga engga ada ruginya.
my 500mL

Donor darah ini diselenggarakan oleh BEM Fakultas Teknologi Pertanian IPB, yaa yang pastinya kolaborasi juga sama PMI, daaan BEM KM IPB Kementerian Kesejahteraan Mahasiswa. Kegiatannya dilaksanakan di Koridor Fateta, yang sejauh info yang gue dapet dari jam 7 pagi sampe jam 1 siang. Sehabis kuliah Etnobiologi Hutan pagi tadi bersama Prof. Amzu yang as always super mindblowing, gue memutuskan sarapan terlebih dahulu di Kantin Kornita, makan gado-gado, wkwk iya penting kalian tau. Habis itu, meluncurlah gue ke Korfat.

Sebagaimana kita semua (asumsi gue) tau bahwa Hari Tani Nasional jatuh pada 24 September. Dan dalam selebrasi tahun ini, gue mengambil peran yang gue rasa cukup banyak (untuk nggak menyebut besar). Karena tahun ini gue merupakan bagian daripada BEM KM IPB 2018, dan khususnya berkecimpung dalam Kementerian Kebijakan Agrikompleks, dan lebih khususnya lagi, gue menjabat sebagai salah satu pimpinan (baca: bendahara), sehingga gue menjadi demikian (berperan banyak tadi). Banyak banget yang terjadi, mulai dari gue dan Kak Alifda (sekretaris kementerian), harus saling nahan-dorong satu sama lain karena kehilangan peran seorang menteri, sampai kajian kami (Perhutanan Sosial) yang dapat kritik dari kawan-kawan FMSC yang notabanenya abang-abang tingkat gue sendiri.

Singkatnya, peran yang banyak tadi bermuara pada satu, yakni Aksi Hari Tani, atau yang selanjutnya punya nama sendiri yakni Aksi Tugu Tani. Ya, ini aksi yang litereli aksi mahasiswa turun ke jalan. Gue memang bukan basic-nya pergerakan. Karena bahkan waktu SMP aja gue pernah bikin puisi yang sampe sekelas geleng-geleng soal protes gue terhadap mahasiswa yang (dalam bahasa gue adalah) cuma "bakar-bakaran ban, besar-besaran.". Hahaha. Tapi tolong jangan jadi norak ya, menganggap kemudian gue ikut aksi karena landasan jabatan. (Sorry, gue lagi gereget banget sama dikotomi-dikotomi ketika lo menolak satu, maka pasti lo memilih yang satunya).
Border IPB.

Well, gue ikut aksi nyatanya juga karena keresahan gue. Sebagai mahasiswa pertanian. Dan gue ngerti konteksnya apa itu. Ngerti. Beda kayak misalnya problem depresiasi rupiah kemaren, soal regulasinya amrik naikin suku bunga lah, orang kaya narikin dollar dimana-mana lah, gue enggak mudeng. Yang gue pahami adalah, setiap individu di negara ini ternyata megang peranan yang juga buesaaar banget. Kayak misalnya cewe-cewe aja, yang pada masih ngimpor Natrep sama Biogen. Ternyata itu bikin impact besar pada lemahnya rupiah kita. Atau ya mungkin kondisi kita ni lagi lemah ni, lah mendadak aja gitu kan The Fed bikin regulasi baru, kaget lah mungkin pemerintah kita. Sehingga gue merasa bahwa roda makro ini terlalu kompleks kalo mau menuntut pemerintah semata. Makanya, gue kurang terpanggil dalam aksi rupiah kemarin. Yang meski, pada beberapa daerah, aksi ini malah menaikkan marwah mahasiswa masih ada ke skala nasional lewat benturan-benturan yang terjadi dengan aparat. Balik lagi ke Aksi Tugu Tani, gue merasa. Ya mungkin karena gue juga seneng nonton film-film marjinal sehingga kebayang betul bahwa nyatanya orang-orang kecil ini udah berdarah-darah mengusahakan segalanya, tapi malah orang-orang di atas meja sana yang lola-lolo.
Satu dari sekian gimmick.

Makanya, ketika Mata Kuliah Etnobiologi Hutan ngasih tugas buat bikin esai bebas, gue menulis tentang persepsi gue terhadap mahasiswa dan momentum hari tani. Padahal temanya adalah "Local Leader". Tapi ya biarlah, orang ide dalam kepala gue adanya tentang Hari Tani. Long story short, beginilah tugas yang gue kumpulkan:
http://bit.do/EssaiEtnobiologiRizka

Kejadian ini terbilang udah lama, banget malah. Tapi belakangan gue justru keinget lagi setelah beberapa hari yg lalu gue nonton ini: https://youtu.be/cLlAdebGYis

Gue harap kalian punya cukup kuota untuk nonton itu. Kalaupun enggak, well intinya film pendek itu menceritakan pasangan yg engga bisa lanjut karena masalahnya satu: sama2 punya standar yg beda soal finansial. Yg cowo merasa malu karna engga seberduit si cewe. Si cewe merasa engga dihargai segala jerih payahnya.

Konklusi ini yg kemudian menggiring gue ke sebuah joke dalam lingkaran gue waktu itu. Dimana kejadiannya kita lagi saling bercanda soal laku-lakuan dan jomblo-jombloan. Perannya, as always, dan emang iya, gue yg jomblo dari lahir. Kemudian gue nyeletuk yg intinya, "gua mah apa atuh, butiran cireng, ga ada yg mau". Konteksnya bercanda. Kemudian salah seorang temen gue nimpalin, "bukan butiran cireng, lu nya aja yg ketinggian, jadi cowo2 ogah".

Saat itu gue clueless dan merasa biasa-biasa aja dengan jawabannya. Tp skrg gue bisa bikin pandangan.

Maksud temen gue gue ketinggian jelas-jelas bukan badan gue yang tinggi. Gue 160cm aja harap2 cemas ga nyampe. Tapi yg dia maksud adalah gimana gue ngehadapin urusan-urusan gue. Dlm artian, ambisius, doyan kompetisi, seneng ngomong serius, dan argumentatif. Ah ribet, bahasa sederhananya adalah; gue terlalu hebat utk ukuran perempuan. (Tolong dicamkan kalo itu adalah pandangan dia dengan pembandingnya ya lingkaran2 kami, jgn pada salfok menganggap gue sengak).

Gue yg hari ini merasa heran.

Kenapa sebuah kebaikan itu bisa jadi alasan trhdp keengganan laki-laki? Ah bahasa gue kok kurang aman ya rasanya. Gini lo, kalian juga jangan anggap gue se-desparate itu soal percintaan dan merasa butuh 'diinginkan' oleh laki-laki. Please, gue cuma punya sedikit rasa melankolis, jadi juga jangan pada salah fokus. Gue enggak sedang curhat personal. Ini apa yg gue lihat di kehidupan kita sekarang.

Baik, kita ulang lagi.

Gue yg hari ini merasa heran. Kenapa sebuah kebaikan itu bisa jadi alasan trhadap keengganan laki-laki? Kenapa kok seolah-olah dunia menggiring opini kita bahwa laki-laki harus selalu lebih hebat dari pada perempuan? Iya, gue tau laki-laki memang punya kecenderungan untuk senang merasa dihargai, merasa bangga ketika ada yg bergantung, ada yg diayomi sebagaimana perempuan juga punya kecenderungan senang merasa aman, merasa punya tempat bergantung dan berteduh. Tapi apa iya itu semua hanya terbatas urusan pekerjaan dan keuangan dan kemampuan berbicara dan kesempatan melancong dan......

lain lain?


Alangkah angkuhnya laki-laki dan menderitanya perempuan jika dunia memang diset demikian. Apa iya, kelebihan-kelebihan perempuan itu serta merta akan menurunkan derajat laki-laki yang Allah saja sudah tetapkan sebagai pemimpin atas perempuan? Apa iya, kelebihan-kelebihan istri misalnya, akan mengubah peran suami dalam pengambilan keputusan-keputusan rumah tangga? Sehingga ujung-ujungnya perempuan yang harus nahan-nahan hati atas kesempatan yg mereka punya?
Hai!

Hari ini tadi gue nobatkan sebagai UAS terseru selama semester 4! Hahaha. Meskipun jadwal UASnya adalah Ekohut (Ekologi Hutan), dan gue mendapati diri gue tertidur ketika mengerjakan (bukan ahli maksudnya, tapi udah nggak bisa mengharapkan wahyu apa-apa jadi tidur aja biar produktif wkwkwk). Tau dah gimana nanti huruf mutu. Sudah tidak pantas berharap gue rasanya wkwkw.

Nah, kenapa seru, karena sepulang UAS Ekohut tadi, sekitar jam 10 pagi. Gue, dan beberapa teman lainnya (ada representatif dari BEM dan Duta IPB juga) hadir dalam "Penyambutan Internship Program" buat mahasiswa/i asal Kyungpook University, Korea Selatan. Sebetulnya dalam surat undangan kegiatan, agenda dimulai sejak pukul 9 pagi. Berhubung gue, Ica, dan Deasy (representative of IFSA LC IPB) ada UAS Ekohut tadi, walhasil kami pun menyusul di jam 10.

Agenda pagi dilangsungkan di RSS Fahutan. Isinya berupa yaaa hal-hal formal lah. Ada perkenalan dari fakultas, dilanjutkan pengenalan tiap-tiap departemen di Fakultas Kehutanan dll. Alhamdulillahnya, gue jadi bisa makan snack enak banget sumpah risolnyaaaa wkwkw. Mayones berpadu dengan kelezatan sosis sapi dengan taburan kuning telur bhahahak. Sampe dua kali gue ke belakang ngambil coffee breaknya hahaha gatau diri emang. Siangnya pun kami jadi kecipratan makan siang gratis. Sumpah seneng banget wkwk ayam serundeng dengan kikil lezat dan capcay hangat........kemudian gue menyadari betapa sederhananya standar kebahagiaan gue ya :") Cukup dengan nasi kotak gratis :"] Ga perlu mawar atau puisi tentang dunia dan seisinya engga perlu enggaa :( (kenapa jadi gini btw?wkwkw)
Foto bersama depan kandang kudaa


Jumat, 29 Juni lalu, kelompok 5 mata kuliah Kehutanan Masyarakat Jum’at pagi melakukan kunjungan kepada salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di bidang Kehutanan dan Lingkungan Hidup yakni Forest Watch Indonesia (FWI). Kantor FWI terletak tidak jauh dari lapangan Sempur Bogor, tepatnya di Jalan Sempur Kaler No.62, Sempur, Kota Bogor. Ketika pertama kali tiba di kantor FWI, kami disambut oleh Mas Andi dari bagian Media dan Komunikasi. Selanjutnya kami dipertemukan dengan Om Shoelton selaku Direktur Utama Forest Watch Indonesia. Di dalam ruang diskusi, hadir pula beberapa pengurus Forest Watch Indonesia seperti Mbak Amel yang bergerak di komisi Media dan Komunikasi, Mbak Linda dari komisi Kampanye dan Advokasi, serta beberapa pengurus lain yang sedang berkutat di depan laptopnya masing-masing. Suasana di dalam kantor terbilang cukup santai, kami ditawari minuman kopi/ teh yang dapat kami buat sendiri.

Forest Watch Indonesia merupakan sebuah perkumpulan yang bergerak di bidang Kehutanan dan Lingkungan Hidup dengan core business memperjuangkan keterbukaan informasi bagi masyarakat. Visi FWI sendiri ialah
mewujudkan sistem pengelolaan data dan informasi kehutanan di Indonesia yang terbuka menuju pengelolaan sumberdaya hutan yang berkelanjutan dan berkeadilan. Om Shoelton mengatakan mengapa keterbukaan informasi dipilih menjadi inti daripada pergerakan FWI ialah karena, tanpa keterbukaan informasi, rasa keberadilan dan kemakmuran mustahil dapat terwujud. “Bagaimana kita bisa merasa adil apabila tanah kita tidak jelas batas pagarnya dimana?” ujarnya pada kami. Beliau turut mengisahkan beberapa polemik yang telah diperjuangkan FWI diantaranya konflik masyarakat adat di Muara Tae, Kalimantan yang hingga saat ini masih terus berlanjut. Masyarakat adat di Muara Tae nyatanya hingga hari ini belum dapat mengakses dokumen Hak Guna Usaha (HGU) atas tanahnya sendiri. Bersama lembaga serta perorangan lainnya, FWI telah membuat petisi yang diajukan kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertahanan Nasional (ATR/BPN) untuk sesegera mungkin membuka dokumen HGU tersebut. Sayangnya, hingga detik ini belum juga diindahkan oleh kementerian meskipun kasusnya telah dimenangkan di Mahkamah Agung (MA). Beberapa kasus lain juga ia ceritakan secara umum seperti kasus penebangan-penebangan yang terjadi di Puncak, sistem regulasi produksi kertas dari kayu beserta limbahnya, dan lain-lain yang memang bergerak di bidang kehutanan dan lingkungan hidup dengan nafas keterbukaan informasi.


FWI membentuk sistem kerjanya dalam lingkar daur yang terdiri atas 1) Pusat Data dan Informasi, 2) Kampanye dan Advokasi, serta 3) Media dan Komunikasi. Pusat data dan Informasi merupakan bagian dimana semua data-data/ hasil riset dikumpulkan dan dianalisis menjadi suatu berita/ isu. Selanjutnya, isu yang telah terbentuk dilanjutkan oleh tim Kampanye dan Advokasi guna dieskalasi. Isu ini kemudian diteruskan dalam wujud kampanye (horizontal ke masyarakat) maupun advokasi (vertikal ke pemerintahan). Selanjutnya, tugas tim Media dan Komunikasi yang menjadi corong dari hasil siklus ini untuk menyebarluaskannya ke publik. Tim Media dan Komunikasi juga tidak berhenti sampai disitu, mereka juga sesekali melakukan penjaringan opini, polling, dan lain-lain yang hasilnya dapat diteruskan ke bagian Pusat Data dan Informasi. Adapun kepengurusan perkumpulan FWI secara struktural dapat ditunjukkan pada gambar berikut,

Sejujurnya gue paling enek (baca: huek) kalo disodorin pertanyaan, target nikah umur berapa?

Wkwkwk kesel aja gitu. Berasa lagi ditanya, deadline laprak jam berapa?

Seolah-olah ya kalo lebih dari deadline; jelek.

Padahal kan pernikahan soal rasa. Rasa mantep kalo dialah orangnya. Rasa mantep sekaranglah saatnya. Rasa ikhlas meninggalkan kedua orangtuanya. Rasa iman pada Tuhannya. Kalo dikasih deadline atuh jadi laprak dong ya.

Terus terus, gue juga suka mandek kalo ada yang nanya, kriteria ideal calon pasangan?

Haduuuuh. Mau nikah apa mau nyalon bupati? :(

Pasti banyak yg menepis, ya kan itu doa. Biar kita tetep berprinsip. Ya kan itu harapan. Ya kan namanya juga ikhtiar.

Huhu tapi da gue mah engga pengen begitu. Yang ada malah nantinya kita jatuh cinta sama "khayalan" kita tentang dia. Beginilah begitulah, padahal nyatanya engga. Nyocok-nyocokin tau engga. Padahal ya kalo udah rasa mah ngerasa aja kan. Ga perlu ceklis kelengkapan administrasi eligibility dulu? Heheh.

Yang penting mah, 1) memakmurkan masjid dan 2) merindangkan pohon. Sehingga bisa jadi tempat paling teduh untuk ditinggali dalam hidup kita.

Lah Riz, itu barusan persyaratan administrasi?-_-
Tau ah, pusing gue. Efek belajar kasih sayang pada hewan ni jadi begini, sosoan, pdhl blekoan.

Maksudnya biar melankolis wkwk tp jadi ganyambung.

Happy Eid Mubarak everyone!

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1439H! Selamat berlebaran dan selamat saling maaf-maafan! Mohon maaf lahir bathin atas segala salah dan khilaf, ya, teman-teman... Semoga kita semua masih berkesempatan bertemu Ramadhan di tahun depan.

Fyuh! Udah hampir setahun ya, gue gak nulis di sini. Sarang laba-laba bener-bener udah ada di setiap sudut blog ini whehehe. Padahal di setahun ke belakang, ada banyak sekali pengalaman yang pengen gue bagi. Kendalanya adalah waktu. Bahkan ada salah satu momen dalam setahun ke belakang, gue nyaris menyerah dengan segala aktivitas gue. Alhamdulillahnya, gue bisa me-reset niat sehingga hal-hal semacam "menyerah" cuma sampai tahap "nyaris". Pun waktu bukan jadi kendala, prioritas gue terhadap blog rasanya sudah sangat rendah :( Di sela-sela waktu kosong, rasanya lebih asik baca novel, main gitar atau nonton YouTube berjam-jam dari pada nge-blog, selain karena ya tadi, masalah waktu, gue sadar demand blogging itu makin sedikit jadi ya semacam "buat apa ngeblog?". Semoga enggak lagi-lagi deh, ya. Ini tuh sarana! Toh alhamdulillahnya masih ada readers yang dengan ramah wave to me via Line atau Instagram yg selalu memacu gue untuk nulis lagi huhuhuhu terharu sama klean2 itu :""""}

Jadi, bulan Mei lalu, gue alhamdulillah diberi kesempatan oleh Allah untuk terbang ke Filipina. Mengikuti rangkaian kegiatan Asia-Pacific Regional Meeting 2018 atau disingkat APRM. Khusus cerita APRM dan perjuangan segalalalalanya insyaAllah akan gue buat dalan post terpisah, ya.

Nah, sebagaimana kita tahu, Mei kemarin, ummat Islam di seluruh dunia kedatangan tamu yang sangat berharga. Hanya datang setahun sekali dan setiap muslim pasti berharap didatangi lagi di tahun berikutnya. Tidak lain, bulan Ramadhan. Atau kalau di hashtag-hashtag seringnya bilang #RamadhanKareem. Dan di postingan kali ini, gue mau cerita bagaimana gue melewati bulan Ramadhan di Filipina kemarin, yang notabanenya bukan negri muslim dan dalam konteks gue ikut kegiatan APRM dengan seabreg jadwal yang menguras keringat dan pikiran.

Sejujurnya, momen Ramadhan kemarin adalah Ramadhan dengan capaian kuantitas yang paling buruk menurut gue. Bahkan gue enggak khatam satu kali pun, enggak i'tikaf satu kali pun, dan tarawih bahkan enggak full. Terus kenapa gue seolah songong banget segala cerita pengalaman Ramadhan 2018? Ya karena engga perlu nunggu baik kan untuk ngomong kebaikan? Di sisi lain, gue dapet insight baru yang lebih mengisi bathiniyah gue sebagai muslim dan sebagai orang lapangan.
Bang Firman sedang sholat di salah satu pantai di El Nido

Sebelum berangkat APRM kemarin, gue udah meniatkan untuk tetep puasa layaknya gue sedang tidak berpergian. Ketika gue bener-bener enggak sanggup baru gue akan mengizinkan diri gue untuk buka. Hampir setiap hari gue hanya bersahur doa :) Sesekali gue sahur dengan sisa makanan malam dan sesekali yang lainnya, gue sahur dengan super bubur yang dibuat di gelas hotel :) Pada awalnya gue ngerasa engga akan kuat. Karena baru di hari pertama saja, yang agendanya cuma pembukaan dan talkshow dalam ruangan, badan gue udah lemes banget, lunglai dan 3L lainnya. Plus ngantuk. Gue udah mikir kayaknya di kegiatan-kegiatan fieldtrip gue bakal mokel aja. Tapi karena tadi, sebelum ke Filipin emang gue niatkan untuk terus puasa, jadinya tiap hari tetep dari awal gue puasa-in.

Subscribe to: Posts ( Atom )

About Me

My photo
Rizka Nurul Afifa
wide-eyed wanderer that easily enchanted.
View my complete profile

Visitors

Friends

Latest Comments

Blog Archive

  • ►  2020 (7)
    • ►  September (1)
    • ►  August (1)
    • ►  May (1)
    • ►  March (1)
    • ►  February (3)
  • ►  2019 (9)
    • ►  November (1)
    • ►  October (1)
    • ►  September (1)
    • ►  July (1)
    • ►  March (2)
    • ►  February (2)
    • ►  January (1)
  • ▼  2018 (13)
    • ▼  December (2)
      • Aransemen Mars Rimbawan: Warna Baru yang Menambah ...
      • #LautBercerita #LeilaSChudori
    • ►  November (3)
      • Purna #UkirKisah di BEM KM IPB Kabinet Bara Muda
      • Peluncuran Buku: Merangkai Stanza Lagu Kebangsaan
      • 101 Beasiswa Unggulan: Pengalaman Gue Lolos Beasis...
    • ►  October (2)
      • Update: Keresahan Mahasiswa Semester 5 DKSHE IPB
      • Donor Darah Perdana
    • ►  September (1)
      • Hari Tani 2018: Sebuah Perspektif
    • ►  August (1)
      • Feminis Ketimuran
    • ►  July (2)
      • Menyambut Teman-teman Baru dari Kyungpook University
      • Berkunjung ke Forest Watch Indonesia di Sempur, Bogor
    • ►  June (2)
      • Rasa
      • Ramadhan 2018: Bangga Jadi Orang Lapangan!
  • ►  2017 (12)
    • ►  August (1)
    • ►  July (2)
    • ►  June (3)
    • ►  April (2)
    • ►  February (2)
    • ►  January (2)
  • ►  2016 (7)
    • ►  December (1)
    • ►  November (2)
    • ►  June (1)
    • ►  May (1)
    • ►  April (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2015 (16)
    • ►  November (1)
    • ►  October (2)
    • ►  September (2)
    • ►  July (1)
    • ►  June (4)
    • ►  May (1)
    • ►  April (1)
    • ►  February (2)
    • ►  January (2)
  • ►  2014 (23)
    • ►  December (2)
    • ►  November (1)
    • ►  October (2)
    • ►  September (2)
    • ►  August (1)
    • ►  July (3)
    • ►  June (2)
    • ►  May (3)
    • ►  April (4)
    • ►  February (2)
    • ►  January (1)
  • ►  2013 (32)
    • ►  December (1)
    • ►  November (1)
    • ►  October (1)
    • ►  September (1)
    • ►  July (5)
    • ►  June (5)
    • ►  May (6)
    • ►  April (4)
    • ►  March (1)
    • ►  February (2)
    • ►  January (5)
  • ►  2012 (37)
    • ►  December (6)
    • ►  November (2)
    • ►  October (2)
    • ►  May (1)
    • ►  April (7)
    • ►  March (6)
    • ►  February (6)
    • ►  January (7)
  • ►  2011 (48)
    • ►  December (21)
    • ►  November (11)
    • ►  October (6)
    • ►  September (2)
    • ►  June (8)
Rizka Nurul Afifa. Powered by Blogger.

Popular

  • Arti NIM, Daftar Fakultas, Rincian Cluster dan Mata Kuliah Mahasiswa PPKU alias TPB di IPB
    Ngomong-ngomong soal mahasiswa baru, pasti kita semua setuju sebagian besar dari ‘mereka’ adalah anak-anak fresh graduate (from high s...
  • Fowkes.
    So today I decided to say good bye to instagram. For a year (perhaps). Sebenernya engga ada alasan khusus. Waktu UAS kemaren udah sempet ny...
  • Resolusi Tahun Baru, Lagi
    Jujur aja, rasanya bosen banget menghadapi tahun baru yang itu-itu aja. Bukan, bukan karena setiap tahun baru aku selalu di rumah. Itu mah ...
  • Cara Mengetahui Stalker Twitter dan Facebook
    Yeeyhaaa! Blogger kempeng ini balik! Em, kali ini gue mau ngeshare ilmu aja,hueheh. Setelah sekian lama engga ngecheck stalker, semalem gue...
  • Islamic Civilization Conference at Sentul International Convention Center
    “SICC, make some noiiisseeeeee!” Begitulah biasanya guncangan yang terdengar dari gedung SICC alias Sentul International Convention Cent...

Instagram

Categories

ART (46) Cerpen (7) Class (18) Events (40) Film (26) From my eyes (78) IPB (19) Inspiratif (47) Islami (19) Japan (2) Learn (56) News (25) Novel (4) Pramuka (20) Spirit (67) Story (20)



Search

Copyright 2014 art of life.
Designed by OddThemes